Monthly Archives: Juli 2008

Pelecehan Islam

Imam kami

Imam kami

Berulangkali Islam, Qur:an, Nabi Muhammad dilecehkan, dihinakan, dicaci, dimaki baik secara verbal maupun secara aksi-brutal. Namun sayangnya, umat Islam tak pernah kompak memiliki kesamaan pandangan, sikap menghadapi aksi-brutal tersebut. Pelecehan alQur:an oleh Salaibis Amerika Serikat dan sekutunya tak mampu membuat umat Islam kompak menghadapi salibis Internasional. Hanya sebatas protes, unjuk rasa, demonstrasi yang sama sekali tak mampu menghentikan aksi-brutal tersebut.

Di Parlemen Inggris, Gladstone berkata : “Selama alQur:an ada di tangan umat Islam, selama itu pula Barat tidak akan mamp menaklukkan Timur” (“Rencana Barat Mengancurkan Isam”, 18:24).

Di kamp tahanan Guantanamo, Kuba, alQr:an dilemparkan, ditendang, diinjak-injak, dikencingi oleh pasukan militer Amerika Serikat pimpinan George W Bush (METROTV, Minggu, 5 Juni 2006). Pelecehan alQur:an oleh Salibis Amerika Serikat tak mampu mengkompakkan umat Islam menghadang salibis Internasional.

Oknum Polri Peltu T (Dansek 066-833 Cempka Purwakarta) memaksa 6 orang tahanan untuk mengencingi, menginjak-injak alQur:an agar mereka bisa dibebaskan dari tahanan. Mereka dituduh telah menyobek-nyobek tanda gambar GOLKAR (PANJI MASYARAKAT, No.224, 1 Juni 1977, halaman 6).

Di Irak, seorang penembak jitu tentara Amerika Serikat menjadikan alQur:an sebagai sasaran tembaknya pada 26 Mei 2008 (Siaran Berita Pagi Televisi Indonesia, Selasa, 27 Mei 2008). Sayangnya, kekurangajaran pasukan Amerika Serikat ini tak membuat umat Islam Irak kompak bersatu melawan penjajahan Amerika Serikat. Kelompok Suni, Kelompok Syi’ah, Kelompok Pemberontak, Kelompok Pemerintah tetap saja bersengketa antar sesama. Sama sekali seperti tak punya musuh bersama, yaitu Amerika Serikat serta pendukungnya.

Pada tanggal 30 September 2005, harian Denmark JYLLANDS-POSTEN memuat 12 karikatur Nabi Muhammad (SUARA AISYIYAH, No.5, Mei 2008, halaman 13, “Ayat-Ayat Cinta versus Fitna”, oleh Siti Sundar Maharto). Gambar yang direka-reka tentang Nabi Muhammad sebelumnya terdapat dalam buku “Painting in Islam”, terbitan Dover Pubication, tahun 1965, dibawah sub-judul “A Study of the Place of Pictorial Art in Muslim Culture).

Geert Wilders, anggota parlemen Belanda, Ketua Kebebasan meluncurkan sebuah flm Fitna berdurasi 17 menit yang menjelek-jelekkan alQur:an, menyamakan alQur:an dengan “Mein Kampf”nya Adolf Hitler, menuduh alQur:an sebagai buku panduan kekerasan (idem).

Di Indonesia Gus Dur menyatakan : “Tuhan Tidak Perlu Dibela” (KOMPAS, November 1999).

Di Pakistan, India, Tablighi berkata : “Jka pribadi-pribadi telah diperbaiki satu persatu, maka secara otomatis kemunkaran akan hilang” (“Peringatan Penting Terhadap Jama’ah Tabligh”, 1998:30).

Di Timur Tengah Salafi berkata : “Tegakkan daulah Islam di dalam hati kalian, niscaya daulah itu akan tegak sendiri di bumi” (“Rapot Merah AAGym”, 2003:154).

Di Paistan (masa colonial Inggeris Abdl Qaum alGhazali berkata : “Yang kurang ajar kepada Islam harus diselesaikan dengan menancapkan pisau belati ke punggungnya tembus ke dadanya” (“Tafsir AlAzhar”, XVIII, 2001:239).

(BKS0805271445)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Masalah bangsa

Imam kami

Imam kami

Masalah bangsa dan Negara adalah himpunan dari berbagai masalah IPOLEKSOSBUDHAMKAMTIB yang satu sama lainnya saling terkait, terintegrasi. Masalah bangsa dan Negara tidaklah dapat diselesaikan hanya secara parsial, tetapi secara terintegrasi, terpadu menyeluruh. Pada pundak para pemerintah beserta jajarannya di segala bidang, legislative, eksekutif, yudikatif terletak tugas dan tanggungjawab untuk menyelesaikan masalah bangsa dan Negara, sehingga seluruh kekayan Negara-bangsa (sosial-ekonomi-alam) dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, untuk mengatasi kemiskinan rakyat banyak.

Misalnya masalah pengangguran saling terkait dengan masalah pendidikan, masalah dana dan prasarana, masalah ksejahteraan rakyat banyak, masalah sumber daya alam (bumi, hutan, lautan), masalah sumber daya manusia, sikap mental masyarakat, pandangn hidup bangsa. Juga saling terkait dengan masalah kejahatan, masalah keamanan, masalah kerusuhhan, masalah penegkkan hukum, masalah keuangan Negara. Masing-masing masalah itu satu sama lain saling terkait (IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB).

Para penyelenggara beserta jajaran berkewajiban dan bertanggungjawab mengupayakan menganalisa, merancang, merencanakan, melakukan sistim penyelesaian masalah secara terpadu, terintegrasi. Merumuskan, melaksanakan cara pengelolaan (DBMS) pencekalan penganguran, kemiskinan, kesusahan, keterbelakangan, korupsi secara terpadu dan berbasiskan data bernalisis kuantitatif matematis.

Tokoh-tokoh pengusaha semacam Yusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Fahmi dris dan yang duduk di KADIN, Asosiasi Pengusaha, seyogianaya merintis, mempelopori mendidik, membina, mempekerakan para gelandangan, terlantar, pemlung, pengamen, pengemis, pengangguran, sehingga Indonesia bebas dari pada tuna karya. Aburizal Bakrie, orang terkaya se-Asia Tenggara dengan kekayaan sekitar Rp.84,6 triliun, pemegang saham PT Minarak Lapindo, diminta untuk berupaya mensejahterakan kehidupan rakyat korban aktivitas bisnis Lapindo, sekaligus diminta membangun kampus “kesejahteraan rakyat” di atas Lumpur lapindo (RAYAT MERDEKA, abu, 28 Mei 2008, halaman 9).

Tokoh-tokoh Islam yang duduk di badan eksekutif, legislative, yudikatif seyogianya mendakwahkan sistim politik, hukum, moral, budaya, ekonomi, sosial, militer Islam di kalangan mereka bertugas mewujudkan masyarakat adil makmur sejahtera. Menjelaskan cara Islam menghadapi, mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi. Cara memahami fenomena alam dan fenomena sosial serta keterkaitannya satu sama lain. Antara kesalehan dan kemakmuran. Antara dosa dan bencana.

Para pakar seyogianya membaca, membahas, mengupas, menganalisis teori kemakmuran dari Adam Smith, Karl Marx, Maynard Keynes, Forbes Harrod, serta kemudian merumuskan menyusun teori kemakmuran bagi Indonesia. Amien Rais dengan bukunya “Selamatkan Indonesia” mencoba menyampaikan gagasan agar kekayaan alam Indonesia dapat digunakan untuk kesejahteraan, kemakmuran rakyat banyak Indonesia, bukan hanya terbatas untuk kemakmuran segelintir konglomerat dan pejabat.

(BKS0406130630)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Perubahan Sosial

Imam kami

Imam kami

Di kalangan Sosiologi, perubahan masyarakat (social change) itu umunya dengan tiga ragam/macam pendekatan, yaitu konservatif (evolusioner), reformatif dan radikal (revolusioner). Perubahan social itu memerlukan seorng panutan. “Ideologi dan figure adalah sesuatu yang harus menyatu” (Buletin Dakwah AL-MIMBAR, Edisi No.37, 21 Sept 2007, hal 5).

Bahkan segala macam pekerjaan konstruktif yang diciptakan diatas dunia ini adalah hasil pekerjaan beberapa orang. Segala sesuatu umumnya dimulai oleh satu orang ahli piker (Herbert N Casson : “Kunci Rahasia Perusahaan”, 1953:13,37).

Perubahan dan kemajuan sebuah bangsa selalu diinspirasi dan digerakkan oleh pribadi-pribadi ungul dalam berbagai profesi dan bidang kehidupan (Komaruddin Hidayat : “Merindukan Pribadi-Pribadi Unggul”, dalam KOMPAS, Sabtu, 6 Februari 2006, hal 7, Opini).

Sebelum Islam datang, Zaid bin ‘Amr, ‘Utsman bin alHuwarits, ‘Ubaidillah bin Jahsy dan Waraqah bin Naufl adalah sosok Quraisy yang anti penyembhan berhala, anti system sekuler-jhili (Muhammad Husain Haekal, 1984:80-83). Namun mereka semua sama sekali tidak melakukan perubahan sosial apa pun. Demikian juga Muhammad bin Abdullah al Amin sampai berusia empat puluh tahun pun sama sekali tidak melakukan perubahan sosial. Barulah Muhammad Rasulullah saw yang dipilih Allah bertindak melakukan perubahan sikap mental, perubahan system sosial dari sekuler-jahili ke spiritual-islami. “Muhammad sudah dipersiapkan Allah untuk menjalankan risalahNya” (idem, 1984:59).

AlQur:an merupakan factor yang menentukan untuk menarik perhatian masyarakat pada masa perumusan dakwah Islam. Pada waktu Muhammad Rasulullah saw tidak mempunyai tenaga dan kekuatan fisik (Saiyid Quthub : “Seni Penggambaran dalam AlQur:an”, 1981:5). Tapi, seandainya bukan Muhammad Rasulullah saw, tetapi Abu Bakar atau Ali misalnya yang menyampaikan alQur:an, mka hasilnya belum tentu akan dapat mencapai sege,ilang itu. Jadi sosok pribadi Muhammad Rasulullah saw tetp merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan dakwah. Perubahan sosial terkait dengan sosok penggeraknya. “Barang bagus memerlukan penjual terampil. Sosok Muhammad Rasulullah saw jauh mengunguli setiap insane di setiap zaman di setiap waktu” (Khalid Muhammad Khalid : “Kemanusiaan Muhammad”, 1984:1). Kehadiran sosok perubah sosial bukanlah dihasilkan oleh situasi kondisi sosial, tetapi semata-mata dilahirkan, diciptakan oleh Allah swt.

Di samping berita yang menyatakan bahwa yang ditinggalkan oleh Muhammad Rasulullah saw adalah alQur:an dan asSunnah, ada pula berita yang menyatakan bahwa yang ditinggsalkan oleh Muhammad Rasulullah saw adalah alQur:an dan Ahlulbait. Dengan pimpinan alQur:an Ahulbait terpeliharalah Masyarakat Islam (HR Muslim dari Yazid bin Hayyan dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Menghormati Keluarga Rasulullah saw”).

Apapun nmanya, apakah Imam Mahdi, Ratu Adil adalah sosok perubah sosial yang senntiasa ditunggu-tunggu kehadirannya. Sejarah mencatat, meskipun sama-sama mengacu pada alQur:an dan asSunnah, meskipun sama-sama langsung dibina, dididik oleh Muhammad Rasulullah saw, namun pada masa Utsman bin Affan terjadi Fitnah Pertama, dan pada masa Ali bin Abi Thalib terjadi Fitnah Kedua, dan pada masa selanjutnya terjadi fitnah-fitnah berikutnya. (Kini musuh Islam memfitnah Islam dengan film Fitna). Jadi tidaklah cukup hanya mengandalkan alQur:an dan asSunnah saja tanpa kehadiran sosok seperti Muhammad Rasulullah saw agar terwujud Masyarkat Islami, Masyarakt IMTAQ, Masyarakat Tauhid, Masyarakat Adil Makmur.

(BKS0805170615)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Jama’ah jihad

Imam kami

Imam kami

Jama’ah jihad gigih berjuang menegakkan Kalimatullah yang termaktub dalam Qur:an. Mengunggulkan Dinulhaq di atas yang lain (QS 61:9). Berdakwah menyemaikan akidah Islamiyah (QS 16:125). Menyeru manusia agar hanya bertuhankan Allah swt, bernabikan Muhammad saw, berkitab Qur:an. Rela diatur dengan Kitabullah. Yang Yahudi rela diatur dengan Taurat. Yang Nasrani rela diatur dengan Injil. Yang Islam rela diatur dengan Qur:an (QS 5:66). Agar berbuat adil, beramal saleh, berbuat ihsan, berbuat baik. Benar dalam segala hal. Tidak berlaku aniaya. Tidak mengganggu apa dan siapa pun. Tidak berbuat onar dan makar. Tidak melakukan mo-limo. Agar memberantas kejahatan, penindasan, penganiayaan, penyelewengan, kesewenang-wenangan, kemaksiatan (QS 16:90). Meskipun orang-orang menghinanya, melecehkannya (QS 9:33).

Dalam upaya menegakkan Kalimatullah, jama’ah jihad bergerak secara terorganisir dalam satu barisan yang teratur (QS 61:4), dengan satu program yang realistis rinci terpadu, serta dengan pembagian tugas yang jelas dan tegas, yang hanya berorientasi pada Islam semata, dan mengacu pada sikap Rasulullah dan para sahabat beliau, dengan tujuan untuk membela dan mempertahankan tegaknya Kalimatullah, dengan satu pimpinan komando yang berwibawa yang mampu mengatur taktik strategi yang dipatuhi oleh semuanya.

Aktivitas jama’ah jihad bersifat menyeluruh, totalitas (QS 2:208), serba multi, multi-dimensi, multi-disiplin dengan multi-media (QS 8:60), mencakup ipoleksosbudmil. Perjuangan akademik, ideologi, politik, sosial, kultural, ekonomi dan perjuangan bersenjata (iman, harta, logika). Menyiapkan tenaga-tenaga profesional berjiwa Islam dalam berbagai disiplin keahlian yang akan menangani masalah kenegaraan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Mencakup dakwah, amar bil makruf, nahi anil munkar (QS 3:104) melalui jihad tablighi, jihad taklimi (tarbiyah), aksi massa (aktivitas sosial), jihad siyasi (jalur politik-diplomatik, parlementer-konstitusional), jihad qathli (jalur kekuatan bersenjata). Semuanya itu merupakan jalur, metode, thuruq bagi pencapaian tujuan.

Dalam hubungan ini, sesuai dengan pandangan, visi dan persepsinya tentang cara dan strategi menegakkan Kalimatullah, Ir Soekarno, tokoh Nasional-Marxis, dalam sidang BPUUPKI tanggal 1 Juni 1945 dengan semangat berapi-api, berkobar-kobar menganjurkan tokoh pejuang Islam sehebat-hebatnya agar supaya sebagian terbesar kursi DPR diduduki oleh utusan-utusan Islam, sehingga hukum-hukum yang dihasilkan DPR itu adalah hukum Islam. Namun dalam praktek perjuangannya, Ir Soekarno sama sekali tak tertarik memperjuangkan tegaknya Kalimatullah, tegaknya syari’at Islam. Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Ir Soekarno dengan ide Nasakomnya (Nasamarx) menjegal tegaknya syari’at Islam. Ir Soekarno yang semula menganjurkan memilih jalur parlemen-konstitusional, tapi ia sendiri berseberangan, bahkan bermusuhan dengan Islam dalam hal menegakkan Islam.

Hasan Al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin-nya di Mesir, Maududi dengan Jami’atul Islami-nya di Pakistan, Hasan Turabi di Sudan, Taqiyuddin an-Nabhani dengan Hizbut Tahrir-nya di Yordania, dan lain-lain, berupaya amengimplementasikan syari’at Islam dengan lebih memusatkan perjuangannya melalui jalur politik, jalur parlemen dan jalur dakwah.

Berbeda dengan semua itu, Kartosoewirja lebih maju, dengan memilih jalur perjuangan bersenjata dengan memproklamirkan berdirinya Negara karunia allah, Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 27 Agustus 1948.

Lain lagi dengan Prof Raojiyah Garaudy (Roger Garaudy), mantan pakar strategi marxis (anggota politbiro Partai Komunis Perancis) yang dalam teori penyebaran Islam-nya mengemukakan, bahwa agar syari’at berguna untuk diterapkan di berbagai masyarakat manusia, maka Islam harus menjadi milik golongan tertindas (kelas proletar ?), dan harus memberi ruh harapan dan semangat hidup bagi semua (QS 8:24).

Sasaran ruang lingkup jihad yang paling luas adalah jihad tablighi (dakwah). Meliputi antara lain : masyarakat transmigrasi, lembaga permasyarakatan, generasi muda, pramuka, kelompok orang tua, kelompok wanita, kelompok masyarakat industri (buruh, kuli, supir), kelompok profesi, masyarakat daerah rawan, masyarakat suku terasing, pondok sosial, rumah sakit, komplek perumahan, asrama, masyarakat akademis, karyawan, pejabat, gelandangan, tuna susila, masyarakat pasar.

Aktivitas jihad tablighi sangat beragam. Bisa berupa penerbitan buku-buku agama, penerbitan surat kabar, majalah atau buletin dakwah, pidato, diskusi, ceramah, pengajian, konsultasi, aktivitas seni budaya, dan lain-lain.

Jama’ah jihad gigih berjuang menggalang persatuan kesatuan antar sesama, “kalbunyan yasyudduhu ba’dhu ba’dha”. Dengan segenap kemampuan yang dimiliki secara optimal maksimal memperjuangkan tegaknya “kalimatullah hiyal ‘ulya”, tegaknya ajaran dan aturan Allah di tengah-tengah masyarakat, tegaknya nilai-nilai Islam dalam kehidupan, berlakunya hukum Allah di muka bumi sebagaia hukum positip, terciptanya kesempatan melaksanakan “amar fahkum bainannas bima anzalallah”, terwujudnya “’izzul Islam wal Muslimin”.

Jama’ah jihad tak akan lupa dan lengah dari sasaran tujuan “li i’la kalimatullah hiyal ‘ulya”. Asas dasar landasan pangkal tolak jama’ah jihad adalah keyakinan dan pengakuan akan “la ilaha illalah”, hanyalah Allah yang Tuhan, “qul huwallahu ahad”, “alladzina qalu rabbunallah”, hanyalah ajaran dan aturan Allah pedoman dan pandangan hidup, tanpa dicampuri ajaran lain. Inilah tugas kewajiban yang tersandang terpikul pada jama’ah jihad.

Jama’ah jihad yang ilmuwan/cendekiawan gigih berjuang “bil-qalam”, “bil-kalam”, “bil-lisan” menunjukkan, menjelaskan kebenaran, ketinggian, keagungan ajaran, aturan Islam secara objektif ilmiah, di segala sektor bidang kehidupan, keagungan sistim politik, ekonomi, sosial, budaya, militer yang berlandaskan ajaran Islam. Sekaligus meredam dan membungkam suara sumbang yang penuh caci maki. Ini ditujukan terhadap yang non-Muslim, dan yang Muslim pengagum non-Muslim, yang terpesona dengan ajaran dan aturan yang bukan Islam.

Jama’ah jihad gigih berjuang melancarkan sorotan, kritik, kecam tajam, koreksi terhadap semua ajaran, aturan yang bukan Islam secara objektif ilmiah dengan menggunakan ajaran yang bukan Islam itu sendiri, dengan menggunakan studi kritis terhadap karya orientalis. Ajaran yang bukan Islam ini, ada yang bersifat internasional, seperti komunis, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, nasionalisme, sekularisme beserta antek anak-cucunya. Ada pula yang bersifat lokal, seperti javanisme, hinduisme.

Dalam hal ini diperlukan pemahaman dan penguasaan tentang kristologi, yudiologi, komunistologi, kapitalistologi, javanistologi, sejarah lahirnya Pancasila, jalur pembudayaan Pancasila, latar belakang pandangan hidup perumus Pancasila, isi pidato lahirnya Pancasila, susunan rumusan isi Piagam Jakarta, Dekrit Presiden, PMP, KB, Asas Tunggal, Dwifungsi, P4, Loyalitas Tunggal, dan lain-lain. Komunisme harus dikecam dengan komunisme. Kapitalisme harus dikecam dengan kapitalisme. Javanisme harus dikecam dengan javanisme. Ini juga dihadapkan ditujukan kepada yang non-Muslim dan yang Muslim pengagum non-Muslim.

Jama’ah jihad gigih berjuang menangkis, menolak kritik, kecaman yang dihadapkan pada ajaran Islam dengan argumentasi objektif ilmiah, dengan hujah balighah. Mempergunakan piranti rasio untuk menolak serangan musuh-musuh Islam. Kafir dijihad dengan senjata. Munafik dijihad dengan nalar. Jihad ada yang dengan tangan, lidah, hati, dan ada yang dengan mimik/ekspresi wajah yang menunjukkan kejijikan, kebencian, ketidaksenangan. Ini pun juga dihadapkan ditujukan kepada yang non-Muslim dan yang Muslim pengagum non-Muslim.

Jama’ah jihad gigih berjuang membendung, mencegah mengalirnya arus ajaran yang bukan Islam di tengah-tengah masyarakat secara persuasif. Ini dihadapkan ditujukan kepada Muslim bukan ilmuwan/cendekiawan. Jalur salurannya melalui malis dakwah dalam taklim.

Jama’ah jihad gigih berjuang membersihkan, memurnikan ajaran Islam dari campuran ajaran yang bukan Islam. Membersihkan akidah dari tahyul, khurafat. Membersihkan ibadah dari bid’ah. Bid’ah itu mudah menyatu dalam budaya seremoni. Ini juga dihadapkan ditujukan kepada yang Muslim bukan ilmuwan/cendekiawan, melalui dakwah dalam taklim.

Jama’ah jihad yang bukan ilmuwan/cendekiawan gigih berjuang “bil-fi’li”, “bil-‘amali”. Menampilkan keagungan Islam dalam segenap perbuatan kehidupan diri pribadi dan kehidupan bermasyarakat, seagai masyarakat imtaq, masyarakat marhamah. Membentengi diri dari arus ajaran yang bukan Islam. Berbuat, bersikap, berprilaku yang menguntungkan Islam, yang memantulkan citra Islam, bukan yang menimbulkan fitnah terhadap Islam. “Janganlah kamu mengajak berbicara dengan suatu kaum yang pembicaraanmu itu tidak bisa dicerna oleh akal mereka kecuali akan mendatangkan fitnah di kalangan mereka” (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud).

Jama’ah jihad gigih berjuang melakukan studi kritis terhadap karya orientalis. Para orientalis dengan dilandasi semangat “reconquesta” (semangat balas dendam) dan jiwa kebencian terhadap Islam dan ummatnya (QS 2:120) berupaya mengkaji, mendalami, menganalisa, meneliti, menyelidiki akidah, tradisi, akhlak, khazanah, kekuatan dan kelemahan Islam dan ummatnya (TWOS : Treath, Weakness, Opportunity, Strength). Hasil kajiannya itu diterbitkan dalam bentuk karya yang katanya ilmiah yang memuat antara lain : laporan hasil kajiannya terhadap Islam dan ummatnya, serta sekaligus juga memuat advis, nasehat, saran, usulan, bahan pertimbangan bagi penyusunan strategi perjuangan kolonialisme, imperialis nasrani untuk menguasai Islam dan ummatnya, sehingga tata moral, politik, sosial, ekonomi, spiritual tunduk pada sistem moral-politik-sosial-ekonomi-spiritual imperialis nasrani. Lothrop Stoddard, seorang penulis yang sangat reaksioner, yang sangat mendambakan kepemimpinan dunia terus menerus dipegang oleh ras Eropis Nordis sengaja menulis buku “Dunia Baru Islam” yang memaparkan bahaya “Kebangkitan Islam” bagi dominasi ras Eropis Nordis, sekaligus menunjukkan cara-cara penanggulangannya. Semangat, aspirasi kolonialnya sangat jelas terpancar dalam keseluruhan buku itu.

Sebelum berjihad, jama’ah jihad memahami benar tentang dasar dan tujuan serta langkah yang akan diambilnya. Dasar dan tujuannya tetap, tak berubah sepanjang masa. Semata-mata hanya demi tegaknya Kalimatullah. Tapi langkah, taktik, strategi bisa saja berubah mengikuti situasi dan kondisi. “Everything depend on condition time and place” (Soegiarso Soerojo : “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, 1988:394).

Jama’ah jihad memahami benar akan isyarat QS 8:50 bahwa penyerangan terhadap kubu musuh tidak boleh mulai dilancarkan tanpa didahului dengan pernyataan perang sebelumnya. Memahami benar bahwa tidak boleh memulai perang lebih dahulu, tidak boleh memulai permusuhan dengan siapa pun. Memahami benar akan perintah QS 8:60 bahwa untuk berjihad secara fisik dalam bentuk qithal haruslah mempersiapkan kemampuan dan pengetahuan tempur sserta sarana, dana dan prasarana pendukungnya. Memahami benar akan makna QS 4:46 agar membina persatuan dan kesatuan serta kelompok, memperhatikan sikon.

Setelah melangkah, jama’ah jihad berpantang surut, onward no retreat. Bila telah bertekad bulat, bertawakkal menyerah kepada ketentuan Allah (QS 3:159). Dengan dalih apa pun, jama’ah jihad tak akan melucuti diri sendiri dengan menyerahkan persenjataan betapa pun keadaannya. Itu adalah amal perbuatan yang sia-sia, yang sangat memalukan.

Jama’ah jihad akan berupaya meyakinkan semua pihak, bahwa pedang Islam itu tumpul. Tak berdaya terhadap mereka yang bukan penindas atau penganiaya. Tak berdaya terhadap mereka yang tidak membinasakan dan merintangi Islam. Tak berdaya terhadap mereka yang tidak merusak kerukunan dan keamanan. Islam tidak mengganggu dan tidak merusak. Nyawa dan harta siapa pun dijamin Islam keamanan dan keselamatannya. Pedang Islam baru sangat tajam terhadap yang berupaya menimbulkan perpecahan dan melakukan penganiayaan. (Bks 22-4-2000)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Diperlukan keseriusan dan kecerdasan

Imam kami

Imam kami

Sebagian besar fraksi di MPR menginginkan agar Pasal 29 Ayat 1 UUD-1945 tidak berubah. Dari 12 fraksi di MPR, delapan fraksi menginginkan Pasal 29 Ayat 1 tetap menggunakan naskah asli dalam finalisasi amandemen keempat UUD-1945. Hanya dua fraksi yang tetap menentukan Syari’at Islam adalah fraksi PPP dan fraksi PBB. Mereka tetap bertahan paa alternatif kedua dalam amandemen Ayat 1 pasal 29 UUD-1945 (SUARA PEMBARUAN, Sabtu, 20 Juli 2002, hal 1).

Umat perlu dibangunkan. Ciptakan orang-orang seperti Hasan alBanna, Abdullah Azzam, Syaikh ahmad Yasin, Usamah bin Ladin, Yusuf Qardhawi, Ahmad Deeedat, Syamil Basayev, Hassan Turabi, Harun Yahya dan sebagainya untuk membangkitkan harga diri kaum Muslimin dan Islam. Simak perjalanan ide dan juga jalan jihad yang ditempuh para tokoh tersebut. Ambil hikmah yang terkandung di dalamnya (SABILI, No.01, Th.X, 25 Juli 2002, hal 1).

Gerakan Islam dalam menegakkan Daulah Islamiyah memfokuskan perhatian pada pembentukan generasi (diri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara) dari orang-orang yang beriman dengan ajaran-ajaran Islam yang benar, dan bekerja untuk mencelup umat dengan celupan Islam yang utuh di seluruh aspek kehidupannya, mulai dari individu, keluarga, dan di akhiri dengan angsa, intitusi-intitusi dan pemerintah.

Sedangkan sarana-sarananya adalah seluruh sarana yang legal, seperti tabligh, dialogh, tarbiyah (pendidikan), riset, penerangan, membentuk partai-partai, mendukung oposisi, berpartisipasi dalam pemilu, memberikan kontribusi dalam pemerintahan koalisi dan suksesi kekuasaan secara damai, dan akhirnya mengokohkan fikrah dan aqidah Islam di dalam jiwa manusia agar opini publik terbina di atas fondasinya, hati beriman kepadanya, dan jiwa-jiwa pun berkumpul di sekitarnya (Musthafa Muhammad Thahhan : “Rekonstruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern”, 200:136-138, Langkah-Penegakkan Negara Islam. Simak juga SUARA MASJID, No.144, 1 September 1986, hal 87, Butir-butir Kebangkitan Islam darn Hasan Albanna). Musthafa Muhammad Thahhan menyarankan agar melihat Pancasila ( dan UUD-45) dengan pandangan yang lebih luas, dengan menjadikan sebagai argumen yang menguntungkan Islam, bukan yang memojokkan Islam (idem, hal 59-60). geovisit();

setstats

1

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Kita tak pernah serius

Imam kami

Imam kami

Pada perdebatan Konstutante (1956-1959) ada dua pihak. Pertama, pihak Islam yang menuntut kembalinya tujuh kata tentang kewajiban melaksanakan syari’at Islam bagi pemeluknya ke dalam Pembukaan UUD-45 seperti asalnya dalam Piagam Jakarta. Kedua, pihak nasionalis sekuler netral agama yang menantang dan menolaknya. Pemungutan suara dilakukan tiga kali. Hasilnya, tidak ada pihak yang mencapai dua pertiga suara (SABILI 6-VIII:33).

Untuk Sidang Tahunan MPR-2000, Badan Pekerja MPR mempersiapkan empat alternatif (opsi) bagi amandemen ayat 1 pasal 29. Pertama, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Ketiga, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya. Keempat berdasarkan Pancasila (idem 6-VIII-20).

Mutammimul ‘Ula, anggota Fraksi Reformasi dari Partai Keadilan menambahkan lagi khilafiyah (opsi) kelima, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Islam (tanpa syari’at) bagi pemeluknya. Alasan ijtihadnya, bahwa syari’at berkaitan dengan fiqih (maunya tak berkaitan dengan fiqih). Juga dalam al-Qur:an tak ada kata syari’at, yang ada kata syar’iah (apa sih beda substansinya antara akhiran t dan h ?). Dan yang diperintahkan adalah aqimuddin, bukan menegakkan syari’at Islam (idem 6-VIII:26).

Menurut Dr Daud Rasyid Sitorus MA (Anggota Dewan Syar’iah Partai Keadilan ?) bahwa kendati Partai Keadilan berada dalam satu Fraksi dengan PAN, seharusnya Partai Keadilan mengomandoi perjuangan amandemen pasal 29 UUD-45 ini agar sesuai dengan Piagama Jakarta (idem 6-VIII:25).

Bahkan orang-orang muda semacam Mutammimul ‘Ula, Daud Rasyid Sitorus, Yusril Ihza Mahendra, Eggi Sujana (idem 6-VIII:9), dll, sebaiknya berada dalam satu saf, satu barisan, satu front perjuangan bagi tegaknya hukum Allah sebagai hukum positif.

Untuk mencapai suara terbanyak (walaupun tidak sampai dua pertiga), maka pemunguan suara bagi ke-empat opsi (alternatif) yang disiapkan Badan Pekerja MPR tersebut sebaiknya dilakukan sampai tiga kali.

Namun harapan tersebut tak pernah tercapai. Menurut Prof Dr Deliar Noer, ini disebabkan oleh karena kondisi riil kalangan Islam tidak konsisten dalam pendiriannya (idem 6-VIII:33). Dan juga, menurut DR Daud Rasyid Sitorus MA, karena umat Islam sering tidak mempunyai rencana yang matang untuk menghadapi masa depannya (idem 6-VIII:24). Disamping tak istiqamah (konsisten dan konsekwen), tak punya planning, pun tak ada keseriusan. Bahkan SABILI sendiri tak menunjukkan keseriusan dan kegigihan.

Beberapa waktu yang lalu, SABILI memang pernah menggugat berhala Pancasila (idem 26-VIII). Namun SABILI (bahkan sampai Sidang Tahunan MPR-2000) tak pernah secara gigih, serius, berkesinambungan menjelaskan kelemahan dan kekuatan UUD-45 dengan Pancasilanya (baik mengenai HAM, Hak Prerogatif Presiden, Alat Perlengkapan Negara, Alat Pertahanan Negara, Alat Keamanan Negara, Kewajiban Kepala Negara, Penyidangan Pejabat Negara, dan lain-lain).

Juga SABILI tak pernah secara serius berkesinambungan menyajikan uraian/kajian yang meyakinkan akan keunggulan keadilan syari’at Islam secara aktual, baik teoritik, maupun empirik, yang sekaligus mencakup uraian/kajian mengenai penanganan ekonomi, moral, hukum secara serempak menyeluruh.

Meskipun menyatakan bahwa tiras SABILI yang lebih dari 100 ribu eksemplar saat ini tak akan membuat cepat berpuas diri (idem 25-VII:2), namun tak dapat dipungkiri terbersit kebanggaan bahwa tiras SABILI sudah menembus angka 100 ribu (idem 19-VII:2).

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Perjuangan menegakkan Kalimatullah

Imam kami

Imam kami

1. Dan Ya’qub berkata : “Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu-pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lainan, namun demikian aku tiada dapat melepaskan barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah” (QS Yusuf 12:62).

2. Tidak sepatunya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS Taubah 9:112).

3. Dr Yusuf Qardhawi mengemukakan beberapa jalan yang pernah diperbincangkan sebagai strategi dakwah, jihad, perjuangan bagi Islam merdeka, bagi bebas-merdekanya hukum, ajaran Allah. Pertama melalui jalur pendidikan dan bimbingan (tarbiyah dan taklim). Kedua melalui pengabdian masyarakat, kegiatan sosial. Ketiga melalui dekrit pemerintah, melalui jalur politik, jalur parlemen. Keempat melalui jalur kekuatan bersenjata (Terjemahan al-Hallul).

4. Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin-nya di Mesir, Maududi dengan Jami’at al-Islamiyah-nya di Pakistan lebih memusatkan perjuangananya melalui jalur politk, jalur parlemen. Di Indonesia, Soekarno pernah menganjurkan memilih jalur parlemen ini, namun ia sendiri berseberangan dengan Islam. Kartosuwirjo lebih memilih jalur perjuangan bersenjataa dengan memproklamirkan berdirinya Negara Karunia Allah, Negara Islam Indonesia (NII).

5. Menurut kalangan pakar Sosiologi, perubahan masyarakat (social change) pada umunya dengan tiga ragam/macam pendekatan, yaitu konservatif, reformatif dan radikal. Ketiganya itu hanyalah bentuk dari perubahan masyarakat. Anggota-anggota atau warga-warga masyarakat yang terikat, terbelenggu tak akan bisa merubah masyarakat. Ada masyarakat yang anggota-anggotanya terbelenggu oleh penindasan, penganiayaan, kekejaman, kepapaan, kemiskinan, kemelaratan, kesengsaraan, kebodohan, takhyul, khurafat, kemusyrikan, dan lain-lain. Mereka diperhamba, diperbudak oleh semuanya itu.

6. Bangsa Israil di Mesir tak mampu membebaskan diri dari belenggu perbudakan Fir’aun-Fir’aun Mesir dan bangsanya, bangsa Qubti. Kemudian Allah mengutus Nabi Musa dan saudaranya Nabi Harun untuk membebaskan kaum Bani Israil itu. Bangsa Arab jahiliyah tak mampu membebaskan diri dari belenggu kemusyrikan dan kesesatan. Kemudian Allah mengutus Muhammad Rasulullah untuk membebaskan masyarakat Arab itu dari kejahilan.

7. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk (manusia), kemudian Dia menjadikan mereka dua kelompok, lalu menjadikan aku di dalam kelompok yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa kabilah, dan menjadikan aku di dalam kabilah yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa rumah, dan menjadikan aku di dalam rumah yang terbaik dan paling baik jiwanya (Dr Musthafa Asisiba’i :Sari Sejarah Dan Perjuangan Rasulullah saw 1983:31, Dr Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy : Sirah Nabawiyah I, 1992:46).

8. Secara eksplisit (tersurat) tak ada nash yang memerintahkan untuk membentuk, mendirikan kelompok, organisasi, partai. Karena itu ada yang memandang bahwa Islam itu diperjuangkan tanpa melalui organisasi, partai. “Islam Yes, Partai Islam No”.

9. Namun secara implisit (tersirat) dirasakan adanya suruhan untuk membentuk, mendirikan hizbullah, firqah, thaifah, “thafaqqahu fiddin” (QS Taubah 9:122). Karena itu ada yang memandang bahwa Islam itu diperjuangkan dengan melalui satu jalur, satu organisasi, satu partai, yang terdiri dari berbagai bidang kegiatan.

10. Disamping itu ada yang memandang bahwa Islam itu diperjuangkan dengan melalui berbagai pintu, bermacam organisasi dan partai, namun di bawah satu komando organisasi induk.

11. Memperjuangkan Islam tak cukup hanya dengan satu sektor kekuatan. Diperlukan penguasaan dan penghimpunan potensi secara integral dan terpadu dari berbagai bidang. Diperlukan organisasi yang memiliki kekuatan bersenjata melawan junta militer. Dan lain-lain.

12. Ada berbagai acuan untuk hubungan antara imam (pemimpin) dengan makmum (yang dipimpin). Antara lain hubungan antara mayoret dengan anggota marching-band. Hubungan antara drigen dengan anggota orkestra. Hubungan antara kapten dengan anggota kesebelasan. Dan lain-lain. Terdapat satu pola kesamaan. Masing-masing mematuhi sistim, aturan, kesepakatan baku yang merupakan pakam. Bila ada di antara anggota tak mematuhi aturan yang baku itu, maka kacaulah semuanya. Demikian pulka hubungan antara imam (pemimpin) dan makmum (yang dipimpin) haruslah terikat dengan satu pedoman, tuntunan yang sama-sama disepakati. Bila tidak, maka yang terjadi kekacauan.

13. Ir Haidar Baqir, Direktur Mizan, Bandung, dalam PANJI MASYARAKAT, NO.521, hlm 35-37, menyebutkan tipe-tipe strategi Islamisasi. Ada yang beraliran modernis, yang memandang Islam itu hanya menyangkut soal nilai, maslah moral (ajaran etika), dan hanya menginginkan terwujudnya kultural-sosial Islam. Ada ayang beraliran radikalis-kompromistis-evolusioner, yang memandang Islam sebagai sistem alternatif, dan berupaya mengwujudkan terwujudnya struktur politik (pemerintahan) secara efektif, dengan menggunakan jalur dakwah (tarbiyah dan taklim), bersifat evolusioner dan dialogis, yang disampaikan secara bijak, edukatif, persuasif, dengan mengambil bentuk ihsan (reformasi), dan dilakukan secara mendasar dan menyeluruh. Ada yang beraliran radikalis-kompromistis-revolusioer, yang berupaya mengwujudkan pemerintahan Islam dengan melakukan ajakan moral, penggalangan publik-opini, aksi sosial, dengan sikap kompromi, dengan mempergunakan jalur politik (demokrasi-konstitusional), dan dilancarkan secara mendasr dan menyeluruh. Ada yang beraliran radikalis-non-kompromistis (fundamentalis-integralis-militan), yang berupaya mengwujudkan pemerintahan/neara Islam dengan menggunakan cara yang bersifat konfrontatif (hijrah dan represif) terhadap struktur politik yang berkuasa (menolak bekerjasama dengan siapa pun yang menentang perjuangan dan cita-cita Islam), bersifat populis (gerakan massa, aksi sosial), bahkan konfrontatif terhadap elite (malaa, mutraf, konglomerat), bersifat revolusioner, berjuang menggunakan jalur militer dengan kekuatan senjata, bukan melalui jalur politik-konstitusional.

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Penerapan Syari’at Islam di Minangkabau 1803-1821

Imam kami

Imam kami

Kian hari, ulah generasi muda Minang kian menjadi-jadi. Jika dulu mereka memenuhi surau untuk mengaji, kini mereka tumpah-ruah ke jalan, bar, café dan diskotik. Berbagai upaya ditempuh untuk memberantas kemaksiatan di ranah Minang. Salah satu upaya tersebut dalam Rancangan Peraturan Daerah (Rapenda) Sumbar yang kini tengah digodok. Namun sejumlah aturan dalam Ranperda tersebut mendapat tantangan kuat, antara lain dari kalangan aktifis feminis dan budayawan (SABILI, No.2, Th IX, 18 Juli 2001, hal 16-17, Telaah Utama : “Mendamba Syari’at, Menebar Rahmat”).

Dua ratus tahun yang lampau di Minangkabau pernah diupayakan menjadikan Syari’at Islam sebagai acuan, rujukan sumber hukum. Upaya ini dipelopori oleh Trio, Tiga Serangkai Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang, dan dilaksanakan di bawah pimpinan Tuanku di Mansiangan Nan Muodo dan Tuanku Nan Renceh di Kamng (Bukittinggi). Masa 1803-1821 adalah masa Negara Darul Islam Minangkabau di bawah pimpinan Tuanku Nan Renceh (Ir Mangaradja Ongang Parlindungan : “Tuanku Rao”, 1965:84).

Menjelang akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, ada seorang ulama Ahlus Sunnah wa Ahlul Jama’ah, yang masyhur namanya, sangat besar peranan dan pengaruhnya, sangat disegani, yaitu Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek Angkek (Bukittinggi).

Tuanku Nan Tuo berguru, belajar ilmu agama pada Tuanku di Mansiangan Nan Tuo di Paninjauan (Padang Panjang), Tuanku Nan Kacik di Koto Gadang (ahli Ilmu Manthiq dan Ma’ani), Tuanku di Talang (ahli Ilmu Sharaf), Tuanku di Salayo (ahli Ilmu Nahwu), Tuanku di Sumanik (ahli Ilmu Hadits, Tafsir dan Faraidh), Tuanku di Kamang (Prof Dr Hamka : “Antara Fakta Dan Khayal :Tuanku Rao”, 1974:110-112,156-157, dari J J de Hollander : “Hikayat Syaich Djalaluddin”, E J Brill, Leiden, 1857).

Berhimpunlah Ilmu Manthiq dan Ma’ani serta Tafsir, Ilmu Syari’at dalam beberapa kitab yang besar pada Syek Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek Angkek itu.

Kepada Tuanku Nan Tuo berduyun-duyun orang datang berguru menuntut ilmu agama. Maka ramailah tiap desa di negeri Ampek Angkek itu, dan banyaklah Alim Ulama di seluruh Alam Minangkabau.

Pada masa itu orang-orang di luhak Agam (Bukittinggi) sangat buruk keadaannya. Banyak kecoh dan kecong (penipuan), cekak dan kelahi (perkelahian), samun dan sakar (perampokan), rebut dan rampas perampasan), malaing dan curi (pencurian), tawan menawan orang, bahkan ada juga menjual orang. Juga banyak yang berjudi, meminum minuman keras dan memakan yang haram. Demikianlah di antara perbuatan maksiat, perbuatan munkar yang mewabah di daerah Agam khususnya, dan di ranah Minang umumnya.

Tuanku Nan Tuo mempunyai anak-mantu Faqih Shagir namanya, Tuanku Sami’ panggilannya, Syaikh Jalaluddin Ahmad gelarnya, Kot Tuo negerinya. Faqih Shagir mempunyai putera Muhammad Salim, bergelar Faqih Muhammad, lebih terkenal dengan sebutan Syekh Muhammad Cangking atau Tuanku di Cangking (Bukittinggi). Tuanku di Cangking ini adalah penyebar Thariqat Naqsyabandiyah, dan Tuanku di Ulakan (Syekh Burhanuddin) adalah penyebar Thjariqat Syattariyah. Faqih Shagir menuntut ilmu pada Tuanku Nan Tuo Mansiangan di Paninjauan, Tuanku Nan Kacik di Koto Gadang, Tuanku di Sumanik (Muslim D : “Turunan Tuanku Nan Tuo”, Lima Puluh Tahun Madrasah Diniyah Pasir Ampek Angkek Candung, 1928-1978, hal 37, PANJI MASYARAKAT, No.197, 15 April 1976, hal 29).

Tuanku Nan Tuo dan Faqih Shagir serta bebrapa ulama yang lain berupaya mengadakan larangan terhadap segala tindak kejahatan, segala perbuatan maksiat, menurut tuntunan agama Islam.

Sangatlah susah payah Tuanku-Tuanku itu melaksanakan tugasnya, karena selalu mendapat tantangan danperlawangan dari masyarakat.

Dalam kegiatan itu, Tuanku Nan Tuo dijadikan Imam, dan Faqih Shagir sebagai Khatib yang berfatwa memberi penerangan, melarang perbuatan yang munkar, dan menyuruh mengerjakan perbuatan yang makruf menurut tuntunan Islam.

Lama-kelamaan dengan berangsur-angsur banyaklah orang yang memeluk agama Islam dan makin lama makin aman sentosalah negeri-negeri di seluruh Minangkabau.

Pada tiap-tiap negeri (desa) dengn berangsur-angsur orang mendirikan masjid dan mengangkat imam, khatib dan bilal (muadzin).

Faqih Shagir yang ahli Fiqih itu sangat banyak muridnya. Beliau ajarkan cara mengerjakan rukun Islam yang lima, dan mengadakan aturan menurut hukum syara, seperti yang mengenai nikah-kawin, jual-beli, sando-pegang (pegang-gadai), harta warisan dan segala peraturan yang menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat, serta mendirikan masjid.

Di tiap-tiap negeri ditetapkan harus mempunyai balai adat tempat bermusyawarah, bermufakat, masjid tempat beribadah, air-tepian tempat mandi mensucikan diri dari hadats besar dan hadats kecil, pasar tempat berdagang berjual beli (Prof H Mahmud Yunus : “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”, 1983:25-26).

Pada tahun 1802/1803 tiga orang pemuda Miangkabau, setelah bermukin menuntut ilmu empat-lima tahun di Makkah dan setelah menunaikan Ibadah Haji, pulang kembali ke Minangkabau. Mereka adalah Haji Miskin dari Pandai Sikat (Bukittinggi), Haji Muhammad Arif dari Sumanik (Batu Sangkar) dan Haji Abdur Rahman dari Piobang (Payakumbuh) (Yasrif Ya’kub Tambusai : “Peran Gerakan Sufi dan Kontradiksi Sejarah”, PANJI MASYARAKAT, No.521, 11 November 1986, hal 10, Forum Pendapat).

Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang sangat terpengaruh oleh ketegasan Wahbi yang mereka saksikan di makkah dalam menjalankan hukum syara’. Wahbi mewajibkan setiap orang melaksanakan shalat berjama’ah, berpuasa di bulan Ramadhan dan mengeluarkan zakat. Melarang orang menggunakan semua yang merupakan simbol kehidupan mewah, seperti merokok, memakai sutera. Menghapus semua bentuk pajak yang tak sesuai dengan Islam. Melaksanakan perlawanan keras terhadap segala macam innovasi (bid’ah) seperti pengkultusan (penghormatan berlebihan) terhadap para wali, simbol (lambang, syi’ar) dan makam-makam (kuburan-kuburan) (Maryam Jamilah : “Para Mujahid Agung”, 1984:15,17, “Antara Fakta Dan Khayal : Tuanku Rao”, 1974:41).

Trio, Tiga Serangkai Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang berupaya menerapkan Syari’at Islam di Minangkabau, seperti yang diterapkan oleh Wahabi di makkah, Mereka, terutama Haji Miskin amat gigih melarang orang menyabung (adu ayam), berjudi, mengisap candu, meminum tuak, merampok, membunuh dan lain-lain kejahatan yang terlarang menurut syara’. Mereka amewajibkan mendirikan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, berzakat fitrah dan mendirikan Shalat Jum’at pada tiap negeri (desa). Mereka melarang orang merokok dan makan sirih.

Masyarakat Minangkabau terbelah dua. Pertama Aliran Lama (yang lunak, moderat) yang dipimpin oleh Tuanku Nan Tuo dan Faqih Shagir yang berpendapat bahwa adat kebiasaan jahiliyah di Minangkabau yang terlarang dalam Islam, hendaklah ditinggalkan dengan berangsur-angsur, sedangkan adat kebiuasaan yang berfaedah, boleh dikerjakan. Menurut Tuanku Nan Tuo, apabila telah ada seorang yang beriman dalam suatu negeri (desa), maka negeri itu tidak boleh dirampas hartanya, diserang, diperangi, ditawan penduduknya.

Kedua Aliran Baru (yang keras, ekstrem) yang dipimpin oleh Tuanku Mansiang Nan Mudo dan Tuanku Nan Renceh, yang berpendapat bahwa agama Islam haruslah dijalankan seluruhnya oleh alim ulama, dan adat kebiasaan jahiliyah harus dihapuskan sama sekali. Negeri-neeri yang tidak mau tunduk menurut hukum agama Islam harus diperangi.

Tokoh-tokoh Aliran Baru terkenal dengan nama Tuanku Nan Salapan yang dijuluki Harimau Nan Salapan. Mereka itu adalah : Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Ladang Laweh, Tuanku di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di koto Ambalau (Koto Laweh, Candung), Tuanku di Lubuk Aur, Tuanku di Bangsah (Tuanku nan Renceh di kamang), Tuanku Haji Miskin di Pandai Sikek. Mereka itu semua pernah belajar pada Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampek Angkek, pimpinan Aliran Baru (“Antara Fakta Dan Khayal : Tuanku Rao”, 1974:111).

Harimau Nan Salapan menyeru orang-orang agar beriman, berkhitan, tidak memminum yang memabukkan, menyembah Allah, melaksanakan shalat, tidak mengisap candu, tidak merokok, tidak meminum minuman keras, tidak mengasah gigi, tidak menyabung ayam, tidak berjudi. Menyuruh pengikutnya supaya berpakaian putih, tidak mencukur jenggot, memakai serban putih, menutup aurat, tidak mandi bertelanjang.

Mereka menetapkan hukum (peranturan, undang-undang) yang harus dijalankan. Laki-laki yang mencukuir jenggot didenda dua suku (mata uang di Minangkabau waktu itu). Mengasah gigi didenda seekor kerbau. Tidak menutup lutut (aurat) didenda dua suku. Perempuan tidak menutup kepala didenda tiga suku. Memukul anak didenda dua suku. Menjual atau mengisap tembakau didenda lima suku. Meninggalkan shalat didenda lima real (mata uang di minangkabau waktu itu), kalau telah dua kali (meninggalkan shalat) dihukum bunuh.

Mereka menyusun pemerintahan pada tiap-tiap negeri yang dikuasainya, serta menjalankan segala peraturan yang telah ditetapkan. Pada tiap-tiap negeri diadakan jabatan Tuanku Imam, yang mengurus hal-hal yang sangkutan dengan agama, dan Tuanku Kadi yang menjaga agar supaya tidak terjadi pelanggaran, dan menghukum orang yang berani melanggarnya (“Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”, 1983:27-30).

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Penegakkan Syari’at Islam di Indonesia

Imam kami

Imam kami

Hizbut Tahrir Indonesia, selama Juli-September 2002 telah mengadakan kampanye “Penegakkan Syari’at Islam”, dengan agenda antara lain “Diskusi Publik Syari’at Islam”, Penerbitan Buku “Menegakkan Syari’at Islam”.

Diharapkan Hizbut Tahrir Indonesia kembali mengambil prakarsa agar kampanye dapat dilakukan secara berkelanjutan. Antara lain dengan membentuk suatu “Forum Silaturrahmi Penegakkan Syari’at Islam”, yang terdiri dari aktivis-aktivis yang peduli dengan Syari’at Islam. Forum ini secara rutin sekali seminggu membahas,mendiskusikan tentang cara, metoda menegakkan Syari’at Islam. Hasil diskusi disebar-luaskan kepada pimpinan parpol yang berbasiskan Islam.

Setiap jalur (celah, kesempatan, peluang) difungsikan, dimanfa’atkan untuk tegaknya Syari’at Islam . Pembukan UUD-45 (termasuk bebas berbeda pendapat) dan Pasal 29:2 yang menjamin “kemerdekaan memeluk agama dan beribada” difungsikan, dimanfa’atkan seoptimal, semaksimalnya untuk tegaknya Syari’at Islam. Bahkan memfungsikan, memanfa’atkan keberadaan Pancasila, menjadi argumen, sarana yang menguntungkan bagi tegaknya Syari’at Islam (Musthafa Muhammad Thahhan : “Rekonstruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern”, Era Intermedia, 2000:60). Jadikanlah apa yang ada sebagai sarana, fasilitas bagi tegaknya Syar’at Islam.

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Penegakkan Syari’at Islam

Imam kami

Imam kami

Di Pakistan, pemerintahnya siap menerapkan untuk syari’at Islam, namun rakyatnya tidak. Di Aljazair rakatnya siap, tapi penguasanya tidak. Di Afghanistan, baik baik rakyat maupun penguasanya sama-sama tidak siap. Semua berakhir pada kehancuran dan kekacauan. (Bagaiamana di Turki, di Indnesia, dan lain-lain ?).

Di Trengganu, Malaysia, awalnya banyak yang meragukan, namun setelah berjalan ternyata sukses dan banyak kalangan non-Muslim yang menaruh smpat ( H Anang, Wakil Ketua DPC PBB Tasikmalaya : SABILI, No.7, Th.VIII, 20 September 2000, hal 21).

Di Tasikmalaya, setiap Jum’at dilaksanakan program aksi Jum’at Bersih, untuk menciptakan ketenangan beribadah bagi jama’ah shalat Jum’at. Guna menegakkan syari’at Islam dibentuk Gerakan Nahi Munkar (SABILI, No.7, Th.VIII, hal 19).

Di Minangkabau, sebelum Perang Paderi (1821-1837), pada tiap-tiap negeri ada Tuanku Imam yang mengurus hal-hal yang bersangkutan dengan agama, dan Tuan Kadi yang menjaga supaya jangan terjadi pelanggaran dan menghukum orang yang berani melanggarnya. Hukum-hukum yang ditetapkan antara lain, bahwa laki-laki yang mencukur janggut didenda dua suku. Mengasah gigi didenda seekor kerbau. Tidak menutup lutut (aurat) didenda dua suku.Perempuan tiada menutup muka didenda tiga suku. Memukul anak didenda lima suku. Meninggalkan shalat didenda lima real; kalau telah dua kali dihukum bunuh. Tanku Nan Salapan (Walisongonya Minangkabau) menyusun pemerintahannya pada tiap-tiap negeri yang dikuasainya, menjalankan segala hukum-hukum itu. Penghulu-penghulu (tokoh-tokoh masyarakat) dan orang-orang yang tidak sesuai dengan aliran Tuanku Nan Salapan menentang dengan hebat hukum-hukum itu, sehingga terjadilah huru-hara dan kerusuhan dalam negeri. Terjadi pertentangana antara kam agama dan kaum adat, antara lama dan penghulu (Prof H Mahmd Yunus : “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”, 1983:30). (catatan : Sku dan real adalah satuan mata uang di waktu itu di inangkabau).

Di Giri, Gresik, pada masa Walisongo Sunan Giri, pelaksanaan syari’at Islam di bidang ibadah dan tauhid mengikuti tuntunan yang dijelaskan daam Kitab al-Qur:a dan Sunnah Rasul. Tidak berkompromi dengan ajaran-ajaran lain, seperti Hindu, Budha, animisme, dinamisme. Gerakan Snan Giri yang juga didukung oleh Suan Ampel, SunanDradjad dipandang kolot, ekstrim, tidak mengerti sikon (fiqhul waqi’), tidak bisa beradaptasi dengan masyarakat, tdak bijaksana (Umar Hasyim : “Sunan Giri”, 1979:46).

Manusia dan masyarakat Muslim “modern” menjumpai di dalam dirinya berbagai unsur : naluri etnik, sisa sel-sel Budha-Hindu, klenik-klenik tradisional, pilar-pilar hukum Islam, jurus-jurus sekularisme, serta berbagai “kewajiban” untuk hidup “secara Barat”. Suatu gerakan swadesi dalam Islam pernah ingin “membersihkan” itu semua dan memilih satu hal yang disebut “pemurnian” Islam atau “kembali kepada al-Qur:an dan Sunnah”. Sayangnya proses “perasionalan” kehidupan agama itu kurang dilandasi pemahaman dan kesadaran mengenai proses-proses budaya manusia dan masyarakat. Maka yang diberantas pada umumnya adalah “bentuk-bentuk budaya dan bukannya pemahaman dan sikap terhadap bentuk-bentk itu. Di tengah-tengah dunia seklaristik, (kiranya) Muhammadiyah, serta berbagai badan Islam lainnya, memulai usaha memasukkan ruh Islam ke berbagai kegiatan hidup (Emha Ainun Nadjib : “Surat Kepada Kanjeng Nab”, 1997:209,215, Pusat Kebudayaan Muhammadiyah).

Di pasar-pasar kuno yang tertutup di Syam (Syria lama), para pedagang dengan satu jenis barang dagangan berkumpul bersama. Ketika seorang pembeli lebih dulu mendatangi salah satu dari mereka dan membeli sesuatu, kemudian lal lewat) datang pembeli kedua – dan pedagang sebelahnya belum berhasil menjual dagangannya maka dia berkata dengan ramah tamah kepada calon pembeli (kedua) : “Terus (lewat) saja da belilah dari (pedagang) sebelah saya, karena dagangan saya sudah laku, sedang punya dia belum (laku)” (Dr Muhammad Ali al-Hasyimi : “Menjadi Musli Ideal”, 1999:213).

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori