Monthly Archives: Januari 2010

Menanti Budi Kembali (Reformasi Sikap Mental)

Menanti Budi Kembali

(Reformasi Sikap Mental)

REPUBLIKA, Senin, 8 November 1999, di hal 16 tampil dengan judul “Budi Pekerti akan Kembali Diajarkan di Sekolah”, berkenaan dengan gagasan Mendiknas Dr H Yahya Muhaimin. KOMPAS, Senin, 23 Oktober 1995, di hal 4 dan 5 menyajikan antara lain tentang posisi dan fungsi dari PENDIDIKAN BUDI PEKERTI. BUDI LUHUR yang AMAT IKHLAS sudah hamper tak dikenal lagi (Satyagraha Hurip : KOMPAS, Minggu, 2 April 1995, cerpen “Surat Undangan”. Banyak orang yang sudah kehilangan hati nurani ( Ade Armando : REPUBLIKA, Sabtu, 17 Februari 2000, Resonansi).

Masyarakat saban waktu dihadapkan pada kecenderungan demoralisasi, kebringasan social, tindak kekerasan (violence), perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, penjambretan, korupsi, kolusi, monopoli, tontonan-bacaan-hiburan yang non-edukatif, dan lain-lain tindak kesadisan dan kebrutalan (KOMPAS, Senin, 23 Oktober 1995).

Untuk membentuk masyarakat yang memiliki BUDI PEKERTI diperlukan kesadaran dan keterlibatan berbagai pihak sebagai panutan keteladanan (tuntunan dan tontonan), baik dari kalangan dunia pendidikan (formal maupun informal), penerangan (Koran, radio, televise, film), social-budaya (olahraga, kesenian, kepariwisataan), hokum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, kehakiman), politik (kebijaksanaan, peraturan, perundang-undangan), dan lain-lain.

Dalam agama Budha terdapat delapansuruhan (astavidha) untuk hidup yang benar. Berpandangan hidup yang benar.Berpikir yang benar. Berbicara yang benar. Berbuat yang benar. Berpenghidupan yang benar. Berusaha yang benar. Berperhatian yang benar. Berkonsentrasi yang benar. Juga terpadap sepluh larangan (dasasila) yaitu : Tidak boleh menyakiti atau mengganggu sesame makhluk. Tidak boleh mengambil apa saja yang tidak diberikan. Tidak boleh berzina. Tidak boleh berkata dusta. Tidak boleh minum yang memabukkan. Tidak boleh makan tidak pada waktunya. Tidak boleh menghadiri atau menonton kesenangan duniawi. Tidak boleh bersolek. Tidak boleh tidur di tempat yang enak. Tidak boleh menerima hadiah (Nugroho Notosusanto, dkk : “Sejarah Nasional Indonesia” untuk SMP, jilid I, 1979:60-61; KARTINI, No.406, 24 Juni 1990, hal 80).

Dalam “Perjanjian Lama”, pegangan Yahudi dan Nasrani, dalam Kitab Keluaran (Exodus) 20:1-17 terdapat Dekalog, The Tenth Commandemen, sepuluh perintah Tuhan, agar : Hanya menuhankan Allah, tidak menuhankan selain Allah. Tidak membuat patung, tidak bersujud pada patung. Tidak menyebut nama Tuhan dengan sia-sia. Menghormati, mensucikan Hari Sabat. Menghormati ibu bapa. Tidak membunuh. Tidak berzina. Tidak mencuri. Tidak meminta kesaksian dusta. Tidak menginginkan milik sesame. Namun Agama Katholik – menurut Eddy Crayn Hendrik (kini Muhammad Zulkarnain) – kemudian merombaknya, dengan menghilangkan hokum yang menyangkut larangan pembuatan patung. Agar tetap sepluh perintah, maka hokum larangan berzina dijadikan dua larangan, yaitu larangan membuat pekerjaan cabul, dan larangan mengingini pekerjaan cabul (Eddy Crayn Hendrik : “Muhammad Dalam Kitab-Kitab Suci Dunia”, 1993:116-17;Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk VIII, 1982:134-135).

Kesopanan Tinggi Secara Islam – menurut A Hassan Bandung – mencakup : Kesopanan Manusia terhadap Tuhan. Kesopanan Ummat terhadap Nabi. Kesopanan Anak terhadap Ibu-Bapak. Kosopanan Anak-anak terhadap Orangtua-Orangtua. Kesopanan Manusia terhadap Ulama. Kesopanan Orang terhadap Tetangga. Kesopanan Manusia dalam Rumah Tangga. Kesopanan Manusia terhadap Keluarga. Barangkali A hassan lupa, bahwa ada lagi Kesopanan Manusia terhadap Alam Semesta.

Pribadi Seorang Muslim – menurut Dr Muhammad Ali alHasyimi – mencakup : Perilaku terhadap Tuhan. Perilaku terhadap diri sendiri. Perilaku terhadap orangtua. Perilaku terhadap pasangan. Perilaku terhadap anak-anak. Perilaku terhadap keluarga. Perilaku terhadap tetangga. Perilaku terhadap teman-teman. Perilaku terhadap masyarakat (DR Muhammad Ali alHasyimi : “Menjadi Muslim Ideal”, 1999:4). Barangkali alHasyimi juga lupa, bahwa ada lagi Perilaku terhadap lingkungan dan Perilaku terhadap Negara.

Perilaku seorang Muslim mencakup segala hal, dalam beribadah, makan, minum, berpakaian, berobat, berbicara, berjalan, berolahraga, berkreasi, berkesenian, berssukaria, berpestapora, belajar, berkeluarga, berumahtangga, berhias, berdandan, bertetangga, bertamu, bermuamalah, bertraqnsaksi, berbisnis, berekonomi, berusaha, bernegara, berpolitik, berinteraksi, berorganisasi, berpemerintah, bermusyawarah, berjihad, berperang, bersengketa, bersumpah, bekerjasama, bermasyarakat, berlalulintas, dan lain-lain.

Harakah Islam mendambakan tahapan dakwah yang dimulai dari pembentukan syakhsiah islamiyah (pribadi Muslim), kemudian usrah muslimah (keluarga Muslim), setelah itu mengarah kepada ijtima’iyah alislamiyah (masyarakat Islami), yang sasarannya menuju kepada daulah islamiyah (Negara Islami) dan ditutup dengan membentuk khilafah islamiyah (Pergaulan Dunia Islami).

Islam telah menyiapkan tutunan, panduan BUDI PEKERTI untuk semua kalangan, untuk aparat pemerintah, penegak hokum, alat Negara, pengusaha, teknokrat, budayawan, ilmuwan, karyawan, rakyat, dan lain-lain, untuk menjadi manusia yang manusia, bukan jadi homo homini lupus, exploitation de l’home par l’home. Antara lain terhimpun dalam “AtTarghib wat Tarhib” susunan alMundziri, “Riyadhush-Shalihin”, susunan Imam Nawawy, yang ringkasannya dalam “Keutamaan Budi Dalam Islam”, oleh Muhammad Fadloli HS (M Hasbi ashShiddieqy : “Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits”, 1953:55).

Reformasi Sikap Mental : dari syirik ke tauhid, dari khuafat ke rasional, dari feudal ke demokratis, dari vertical ke horizontal, dari takatsur ke qana’ah, dari biadab ke beradab, dari sekuler ke Islami.

(BKS0103111340)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Isolasi mental melawan korupsi

Isolasi mental

(Ijtanibut-thaghut)

Generasi Qur:ani yang unik yang mempunyai cirri-khas. Ia sama sekali terpisah dari kehidupan jahiliah, yaitu kehidupan yang konsepsnya, kepercayaannya, adapt dan tradisiya, sumber lmunya, seni da sastranya, hokum dan peraturannya, falsafah dan pemikirannya tidak mengacu pada wahyu Allah dan sunnah RasulNya. Ia berusaha untuk bertindak sesuai dengan petunjuk-petunjuk Qur:an. Terdapat pemisahan mental dengan lingkungan jahiliyah. Terdapat isolasi mental dengan masyarakat jahiliyah. Ia terpisah dari lingkungan jahiliyah, walaupun ia masih tetap melakukan transaksi, pertukaran, perdagangan dan pergaulan sehari-hari dengan yang bukan Muslim. Terdapat proses pencabutan diri dari lingkungan, adapt kebiasaan, konsepsi, tradisi, pergaulan jahiliyah, dari kepercayaan sysirik, dari penghambaan diri kepada thaghut, ke penanaman diri kepada akidah tauhid, kepada konsepsi Islam tentang kehidupan. Ia tidak terpengaruh oleh tekanan konsepsi jahiliyah, juga tdak oleh tradisi masarakat jahiliyah. (Disimak dari Sayyid Qytb : “Petnjuk Jalan”, hal 16-19).

Meskipun berada dalam satu perahu, sat kapal, satu sistim yang bukan Islami, seorang Muslim seyogianya tidak larut, meleburkan diri, apalagi ikut/turut terlibat mendukung, menunjang, menyanjung, membela, menyemaikan, menyebarkan, membudayakan, memasyarakatkan sistim yang bukan Islami.

Apa sih sistim yang Islami itu ? Mudahnya adalah pola aturan hidup bermasyarakat (baik konsepsi dan kepercayannya, adapt dan tradisinya, susmber ilmunya, seni dan sastranya, hokum dan lain sebagainya) yang acuannya adalah wahyu Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, dan yang penjabarannya adalah Sunnah Rasulullah saw.

Seorang Muslim seyogianya membebaskan diri dari segala pengaruh dan kekuatan jahiliyah. Ia menambil konsepsi tentang kehidupan, mengambil nilai dan budi pekerti, mengambil metode pemerintahan, politik, ekonomi dan segala unsure pokok kehidupan, dari wahyu Allah swt, dan yang penjabarannya dalam Sunnah Rasulullah saw. Ia melepaskan diri dari tekanan masyarakat jahiliyah, konsepsi jahiliyah, pimpinan jahiliyah. Ia berupaya merubah dirinya, dan kemudian berupaya merubah masyarakatnya agar sesuai dengan meted slam, dengan knsepsi Islam yang menyuruh agar hidup dalam kehidupan yang sesuai dengan kehendak metode Ilahi. (Disimak dari Sayyid qutb : Petunjuk JalaN”, hal 16-19).

AlQur:an diturunkan untuk mengadakan mufashalah (pemisahan penuh, isolasi total) dengan setiap yang tidak ikut di bawah Islam. Garis pemisah ini tidaklah melarang pergaulan sehari-hari dengan yang bukan Muslim, seperti dalam tegur sapa, jual-beli yang halal, pegang gadai, membantu yang lemah, memberi dan menerima hadiah dan lain sebagainya.

Mufashalah (isolasi) melarang alwala: (mendekati, bersimpati, menyerahkan pimpinan, memuji, menyayangi) terhadap yang menghalangi, merintangi, menghambat tegaknya aturan Allah secara nyata sebagai hokum positif, dan tegaknya loyalitas kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, kepada Rasulullah saw, dan kepada pengikut-pengikut Rasulullah saw. (Disimak dari HM Malik Ahmad : “Strategi Dakwag Islamiyah”, jilid 9, hal 80-81).

Seorang Muslim seyogianya menjauhkan diri dari yang bukan Islami, meskipun akan menghadapi risiko yang berat. (Disimak dari HR Bukhari, Muslim dari Hudzaifah bin alYaman, dalam “AlLukluk wa Marjan” (tarjamah), jilid 2, hal 718, hadis 1211).

“Selalu ada dari umatku golongan yang menegakkan ajaran Allah tidak hirau terhadap siapa pun yang menghina dan menentang mereka, sehingga dating ketetapan Allah (kiamat), sedang mereka tetap sedemikian”. (Tarjamah HR Bukhari, Muslim dari Mu’awiyah, dalam “AlLukluk wal Marjan” (tarjamah), jilid 2, hal 738, hadis 1250).

Kepada kaumnya (‘Aad), Nabi Hud mengumumkan “Sesungguhnya aku mempersaksikan kepada Allah dan jadi saksislah kamu, bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan”. (dari tarjamah QS Huud 11:54).

Kepada kaumnya, Nabi Ibrahim mengumumkan “Sesungguhnya aku berlepas dri dari apa-apa yang kamu persekutukan” (dari tarjamah QS An’am 6:78).

Rasulullah Muhammad saw dan pengikutnya diperintahkan Allah agar mengumumkan “Sesungguhnya Dia (Allah), hanya Tuhan Yang Esa dan sesusngguhnya aku berlepas diri dari apa ang kamu persekutukan”. (dari tarjamah QS An’am 6:19).

“Sesungguhnya wali kamu ialah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan memberikan zakat, sedang mereka itu tnduk (kepada) Allah”. (dari tarjamah QS Maidah 5:55).

“Sesungguhnya telah Kami (Allah) utus seorang Rasul kepada tiap-tiap ummat : Hendaklah kamu sembah Allah dan jauhilah thaghut”. (dari taramah QS nahal 16:360.

Thaghut itu ialah seala sesuatu yang disembah selain Allah, segala sesuatu yang membawa duraka (thaghaa, thughyan) kepada Allah.

Termasuk ke dalam kategori thaghut antara lain : Saithan dan bala tentaranya yang terdiri dari jin dan manusia, yang menghukum dengan curang (tidak berlaku adil dalam mengambil keputusan hokum), yang menghukum bkan dengan ukum Allah, tenung, ramal, ide penantangan terhadap hokum Allah, dan lain-lain). (Demikian disimak dari H.Zainoeddin Hamidy : “Ilmoe Tauhid”, hal 12-16).

Dengan segenap kemampan yang dimiliki, dengan seala kekuatan yang ada, diri, nafsu, jiwa, mental, keyakinan, pendirian dibersihkan, dibebaskan, dimerdekakan dari pengaruh, tekanan, ikatan, belenggu syirik, thaghut, memperhambakan diri kepada yang selain Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa.

Satu demi satu ikatan, belenggu syirik, thaghut dilepaskan, diputuskan, sehingga keyakinan, pendirian benar-benar bersih secara paripurna dari noda sysirik, thaghut (tirani).

Situasi, kondisi yang diciptakan, yang diberakukan, yang tidak Islami, seperti uang semir, suap-menyuap, sogok-menyogok, uang rokok, uang lelah, uang pelican, biaya administrasi, yuang dengar, komisi haruslah setahap demi setaap dihindari, dijauhi, disingkirkan, mulai dari diri sendiri, kemudian dari diri masyarakat, sehingga penyalahgunaan jabatan, kedudukan, kekuasaan (komersialisasi jaatan), untuk memperkaya diri sendiri dengan cara kolusi, komisi, manipulasi, korupsi dapat dicegah, setidaknya dapat diredusir seminimal mungkin,

Rasulullah Mhammad saw dan pengikutnya disuruh Allah mengumumkan “Aku tida akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tiada akan menyembah apa yang aku sembah. Aku tak pernah menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menyembah apa ang aku sembah. Bagi kamu agamamu dan bagiku agamaku”. (dari tarjamah QS Kaafiruun 109:2-6).

Dalam pergaulan sehari-hari, seorang Muslim bisa saja bercampur baur dengan yang bkan Muslim, tetapi dalam sikap mental, keyakinan, pendirian, pemikiran teas-tegas menyatakan corak “Saksikanlah oleh kamu sekalian, bahwa aku adalah seorang Muslim, seorang yang rela menyerahkan harta kekayaannya, jiwaraanya, diri pribadinya, hidup matinya, diatur oleh aturan Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa”. Sekali ia menyatakan ke-Islam-an nya, selanjutnya ia senantiasa tetap istiqqmah (konsisten, konsekwen) berada pada jalur Islam..

Termasuk dalam kategori isolasi mental adalah pengingkaran terhadap kemungkaran dengan hati, dengan cara berdiam diri, dengan tidak menunjukkan persetujuan. Pelaku kemungkaran itu ialah pemegang kekuasaan, yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan untuk bertindak dan memerintah. Untuk mengesahkan, membenarkan, melegalisasikan dibuatlah peraturan, undang-undang yang dapat digunakan sebagai alat untuk menunjukkan kekuatan (unjuk gigi, show power) aparat pemegang kekuasaan. Para cendekiawan hanya mampu mengingkari kebijakan penguasa dalam hati dengan berdam diri, kendati itu tingkat/martabat yang aling bawah.

Tak ada yang berani mengingkari kebijaksanaan yang zhalim dari penguasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Imam Nawawi terhadap intimidasi raja Zhahir Baibars dalam menetapkan anggaran belanja pertahanan Negara (militer). Salah satu di antara sopan santun terhadap ulama adalah dengan cara berbaik sangka terhadap sikap, tindakan, kebijakan yang diambil, yang ditempuh oleh para ulama yang saleh. (Demikian disimak dari : Umar Hasyim : “Mencari Ulama Pewaris Para Nabi”, hal 92-97; Shan’ani : “Penghancuran Kepercayaan Bathil”, hal 55-57).

Lanjutan dari isolasi mental (hijrah rohaniyah) adalah jihad fi sabilillah. Jihad berarti berjuang melawan musuh Islam, berjuang melawan, menentang yang menghalangi, merintangi jalannya Islam. Pengertian jihad seperti ini dapat disimak antara lain dari tajamah sabada Rasulullah saw berikut :

“Seutama-utama jihad perjangan yaitu kalimat hak yang diucapkan pada raja yang kejam/zhalim”. (dari HR Abu Daud, Tirmidzi dari Abu Sa’id alKhudry, dalam “Riadhus Shalihin” (tarjamah, jilid I, hal 203, hadis 11).

“Siapa yang berperang semata-mata untuk menegaakkan kalimatullah (agama lla), maka itulah fi sabilillah” (dari tarjamah HR Bukhari, Muslim dari Abu Musa (Abdullah bin Qais alAs’ary dalam “Riadhus Shalihin” (tarjamah, jidid I, hal 17, hadis 9; dan dalam “AlLukluk wal Marjan” (tarjamah), jilid 2, hal 734, hadis 1244).

Dan tarjamah firman Allah swt : “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjuang di jalan Allah, dengan harta dan dirinya, lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang menang”. (tarjamah QS Taubah 9:20).

Sedangkan pengertian hijrah seagai isolasi mental (rohani) dapat disimak dari keterangan Rasulullah saw berikut : “Hijrah yaaang lebih utama adalah meninggalkan segala kejahatan” (dari tarjamah HR Ibnul Husain alAjri dari Abidar dalam “Wasiat Nabi kepada Abu Dzar ra”, hal 75, hadis 162, dan dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid I, hal 586, mengenai QS Nisaa 4:164).

Selama situasi dan kondisi belum memungkinkan, sehingga tak sanggup mengucapkan kalimat adil/hak pada sultan jair, pengausa kejam/zhalim, rejim tirani/thaghut, maka seorang Muslim tetap berada dalam budaya diam (budaya koor, bisu seribu basa), tapi kalau situasi dan kondisi sudah memungkinkan, maka seorang Muslim akan berada dalam budaya bicara.

Budaya diam (istilah dari Rusydi dalam PANJI MASYARAKAT, No.537, hal 78) atau Budaya Koor (istilah dari Emma alBanna dalam PANJI MASYARAKAT, No.522, hal 10) adalah disebabkan oleh karena terkenan serangan sindrom ikan fait (sejenis ikan gabus).

Sebenrnya yang bersemangat tauhid tak perlu merasa takut menyampaikan kebenaran secara terbuka kepada penguasa. Takut hanya kepada Allah, takut akan murka Allah. Demikian disimak dari Dr Ir Imaduddin Abdulrahim dalam PANJI MASYARAKAT, No.601, 1-10 Februari 1989, hal 28, rubric “siapa dan Mengapa”.

(BKS1001091100)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Menghormati seorang kharismatik

Menghormati seorang tokoh secara berlebihan

Melalui tayangan televise disaksikan bagaimana kuburan/makan seorang kharismatik yang baru ditanam/dikubur disakralkan, dikuduskan. Beramai-ramai duduk bersaf-saf melantunkan dzikir, tahlilan, shalwat, do’a. Pentakziah, peziarah dating dari mana-mana.

Rasulullah saw dan para shahabat tak pernah diberitakan melakukan perbuatan semacam itu. Bahkan mereka tak menyukai upacara-upacara yang bernuansa pengkudusan, pengkultusan.

Diberitakan oleh Imam Bukhari dan Muslim “Bahwa Ummu Salamah menyebut-nyebut tentang gereja di samping Rasulullah saw yang dilihatnya di tanah Habsyi, dikatakan kepadanya tentang Mariyah. Lalu Ummu Salamah menceritakan apa yang dilihatnya dan Rasulullah saw bersabda : “Mereka suatu kaum, apabila mati di kalangan mereka seorang hamba yang shalih atau laki-lakiyang shalih, mereka mendirikan sebuah tempat sujud di atas kuburannya lalu mereka buat patung-patung di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk menurut pandangan Allah” (Syaikh Ali Mahfudz : “Bahaya Bid’ah dalam Islam”, 1985:236-237).

Rasulullah saw melarang keras perbuatan seperti itu, dan menyuruh supaya menghadapi hidup ini dengan kenuh kesungguhan dan serius tanpa membesar-besarkan orang-orang yang sudah mati ataupun yang masih hidup (Syaikh Mohammad Ghazali : “Bukan dari Ajaran Islam”, 1982:187).

Rasulullah saw memerintahkan supay menjauhi segala bentuk pengagungan terhadap manusia atau bisikan yang mengagungkan selain Allah semata. (Muhammad bin Abdul Wahhab: “Bersihkan Tauhid Anda dari Noda Syirik”, 1984:136).

Rasulullah saw tidak maudikultuskan. Ketika para shahabat berdiri menghormati kedatangannya, maka beliau suruh semuanya duduk. Menurut Umamah, Rasulullah saw datang dengan bertongkat, maka kami semuanya berdiri. Beliau bersabda: Jangan kamu berdiri seoerti orang asing berdiri mengagungkan antara satu dengan yang lain” (HR Abu Daud). Dan di lain waktu beliau berkata pula : “Jangan kamu dewakan saya seperti halnya kaum nasrani menuhankan Isa anak Maryam. Saya ini hanyalah seoranghamba dank arena itu panggilah saya “Abdullah wa Rasuluhu” (HR Bukhari).

Rasulullah juga tidak pernah mengajarkan cium tangan sebagai penghormatan, dan beliau tidak suka kepada hal yang sepertiitu. Ketika beliau berbelanja di pasar membeli pakaian, maka sambil menerima uang, si penjual melompat kea rah beliau untuk mencium tangan beliau, tetapi beliau lebih dahulu menarik tangannya dengan segera. (KH Firdaus AN :Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah”, 1983.

(BKS1001071215)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Zuhud melawan kapitalisme

Zuhud melawan kapitalisme

Abudzar alGhifari bangkit bangun melakukan perlawanan terhadap kapitalisme (politik perekonomian yang tak dikenal oleh Islam). Ia tampil di depan umum menyampaik pidatonya : “Sungguh saat ini telah terjadi tindakan-tindakan penyelewengan yanga akau saksikan sendiri dngn mata kepalaku. Demi Allah, semuanya itu tidak pernah ditemui dalam Kitaabullah dan Sunnah RasulNya. Sungguh- demi Allah – aku telah melihat bahwa kebenaran sebentar lagi akan sirna dan kebatilan merajalela, yang benar didustakan dan tindakan-tindakan yang jauh dari ketakwaan akan bermunculan. Ingatlah wahai kaum miskin dan para hartawan, bahwa Allah telah berfirman : “Berilah kabar gembira kepada mereka yang menimbun emas dan prak tanpa mau menafkahkannya untuk jihad di jalan Allah dengan besi panas yang akan membakar dahi, perut dan punggung mereka …”. Ketahuilah wahai para pemilik kekayaan, aha dalam harta kalian terdapat tiga pihak yang brsama-sama memilikinya :. Pertama, takdir yang tidak dapat diperintah untuk menghilangkan kebaikan maupun kejelekan harta itu melalui maut yang pasti menjemput. Kedua, ahli waris anda yang selalu menanti tergeletaknya kepala anda untuk kemudian mmbagi-bagi kekyaaan anda di saat anda terbaring sendirian. Ketiga, diri anda sendiri. Kalau anda tidak mampu untuk tidak menjadi pemilik harta itu … karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : “Kamu sekalian belum akan berbuat kebajkan seelum kamu menafkahkan milikmu yang sangat engkau cintai”.

“Kamu sekalian telah membuat tabir sutera, pinggan-pinggan prak, bermalas-malsan di atas permadani tebal, sedangkan Rasulullah saw tidur beralskan selembar tikar. Kalian makan dengan berbagai macam jenis hidangan, sedangkan Rasuluulah saw, tidak prnah makan kecuali tepung gandum”. (Para tokoh Islam Indonesia terkemuka apakah tak punya rasa malu berkendaraan mewah ratusan juta rupiah, sedangkan rakyatnya berjubel berdesakan di kendaraan umum ?).

Malik bin ‘Abdillah azZiyadi meriwayatkan bahwa suatu kali Abudzar menghadap Khalifah ‘Utsman bin ‘Afffan, dan di tangannya terpegang sebuah tongkat. Tiba-tiba ‘Utsman bertanya kepada Ka’ab : “Ya Ka’ab, sesungguhnya ‘Abdurrahman ketika dipanggil menghadap Allah, ia meninggalkan banyak harta, bagaimana pndapat anda ?” Ka’ab menjawab : “Kalau dengan kekayaannya itu ia dapat melaksanakan hak Allah, maka tidak mengaqpa”. Mendengar itu Abudzar mengangkat tongkatnya dan memukul Ka’ab, lalu berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw berkata : “Sungguh akau tidak akan mau bila seandainya gunung yang ada di hadapanku ini menjadi emas milikku yang dengannya aku bisa bersedekah, aku pasti akan melarikan diri darinya sejauh enam awsaq”. Saya ingatkan anda wahai ‘Utsman, tidaklah anda juga mendengar Rasulullah mengucapkan hal itu sebanyak tiga kali ?” Dan ‘Utsman menjawab “Benar” (Hadits No.453 dalam alMusnad, jilid I, susunan alUstadz Ahmad Muhammad Syakir).

Ajakan semacam ini adalah merupakan kebangkitaqn jiwa yang tidak pernah gentar terhadap ketamakan, berdiri di hadapan kebengisan orang-orang berharta yang menyimpang dari tabiat masyarakat Islam dan yang merobohkan asas yang dibawa untuk ditegakkan di masyarakat oleh agama ini. (Sayyid Quthub : “Keadilan Sosial dalam Islam”, 1994:305-307).

Abudzar memandang bahwa kapitalisme (politik ekonomi liberal) yang dijalankan oleh pemerintah, adalah jelmaan dari sistem “penumpukan kekayaan” (Takatsur) yang sangat dilarang dalam agama Islam dan diancam hukuman dan azab siksaan yang sepedih-pedihnya di dalam ayat-ayat QS 9:34-35).

Abudzar berpendirian bahwa bahaya penumpukan harta itu bukan hanya terjadi di kalngan orang-orang dan bangsa-bangsa yang tidak Islam, tetap juga mungkin terjadi di kalangan masyarakat Islam sendiri. Abudzar menyatakan pendapatnya tentang istana Kepala Negara yang baru saja selesai didirikan dengan segala perlengkapan kemewahannya, dengan katanya : Jika uang yang digunakan untuk mendirikannya uang negara, maka Paduka Tuan adalah perampas hak milik masyarakat. Dan sebaliknya, kalau uang itu uang Paduka Tuan sendiri, maka Paduka Tuan adalah seorang pemboros”.

Pendirian yang sangat ekstrem ini didasarkan kepada pendapatnya bahwa hak milik masing-masing oang dibatasi kepada “sekedar kebutuhan makan, minum, tempat diam dan keperluan hidup yang tidak dapat tiadak bagi kehidupan seorang manusia”.Abudzar di dalam pidatonya senantiasa mempergunakan ayat QS 9:34-35. Abudzar begitu fanatic dan konsekwen kepada pendirian bahwa tidaka ada hak milik, kecuali sekedar untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di dalam pertentangan pendirian yang sangat berjauhan ini, tidaklah pernah p3merintah Islam melakukan tindakan kekerasan, tetapi sebaliknya tetap menghormati pendiriannya sebagai seorang warganegara yang merdeka. (ZA Ahmad : “Dasar-Dasar Ekonomi Islam”, 1952:59-64)

(BKS1001061145)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Ekonomi tanpa Bank. Bagaimana ?

Ekonomi tanpa Bank ? Haruskah ?

Diawali dengan pernyataan bahwa fundamental ekoomi Indonesia sangat kuat. Disusul dengan krisis moneter, dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Sementara di ngara Eropa, negara maju diupayakan penyatuan mata uang. Disusul lagi dengan liquidasi enam belas Bank bermasalah (pada Sabtu, 1 Novmbr 1997). Alasan pencabutan izin usaha ke enambelas bank tersebut dikemukakan antara lain krena kmacetan kreditnya. Untuk meredam gejolak moneter ini dilanjutkan dengan permintaan bantuan sunstikan dana dari Dana Moneter Internasional. Demikian antara lain bentuk ekonomi yang berorientasi bank.

Apakah ekonomi harus berorientasi pada bank ? Kita – kata Prof Dr Hamka – wajib meyakini konsepsi ekonomi Islam dan tetap bercita-cita mempraktekkannya di dunia ini. Kita tetap berupaya menuju tercapainya tujuan : kemerdekaan ekonomi secara Islam dengan dasar hidup beriman kepada Allah, meskipun di zaman sekarang kita terpaksa menerima susunan ekonomi yang brsandar kepada bak. Susaahlah buat tidak mengatakan bahwa meminjam uang dari bank dengan rente sekian adalah riba. Janganlah kita memandang enteng riba ini. Pengaruh Yahudi terlalu besar kepada ekonomi dengan riba dan belum dapat brebuat lain (Tafsir Al-Azhar, juzuk III, hal 76-78, dan juzuk I, hal 167).

Perkataan bank berasaal dari perkataan Italia “banco” yang berarti badan mengumpul modal, badan untuk memberikan kredit, yang meningkatkan perputaran uang, kredit, ringkasnya badan usaha perantara/pengantar tawar dan permintaan kredit. Terhadap pekerjaan perbankan, Al-Ghazali menyebutkannya dengan perkataan “sharafa”, “syarifah” dan “syayrifiy”. (Mulai masuk pelabuhan Jedah sudah banyak berjejer loket mashraf di Saudi Arabia). Dalam masalah perbankan ini, alGhazali membrikan peringatan yang sangat tajam “Dan mereka membenci (tidak menyukai) usaha perbankan, karena memelihara diri dari praktek “riba” sangatlah sukarnya, lagi pula di dalam sifatnya yang lebih halus, pekerjaan bank bukannyalah menuju kepada “maju”nya (pengembangan modal). Sedikit sekali jumlahnya bank-bank yang selamat dari dosa meskipun betapapun juga brhati-hatinya (Ihya, juz II, hal 85, via PANJI MASYARAKAT, No.183, 13 September 1975, hal 18-190.

Dalam majalah SIARAN, No.1, 1 Maret 1937 (lebih tujuh puluh tahun yang lalu) KH Mas Mansur (Ketua PP Muhammadiyah tahun 1936) menjelaskan perihal asal mulanya bank, kedudukannya, pekerjaannya, pokok maksudnya dan sifat macam-macamnya. Bank – jelas KH Mas Mansur – ialah suatu perantaraan untuk memutarkan jalannya perekonomian di dalam pergaualan hidup kita. Pokok usaha bank, ialah meminjam dari oang-orang yang mempunyai modal, meminjamkan kepada orang yang perlu akan memakai modal buat mengampangkan mereka itu akan mengrjakan usaha-usaha di dalam perdagangan, pertanian, dll sebagainya.

Kepada oang yang mempunyai modal, bank member laba, dan dari oang yang minta modal, bank memungut laba. Selain itu menjual atau membeli dengan memakai tempo yang tentu, memperdagangkan kiriman-kiriman dari dalam atau dari luar negeri, juga mengeluarkan uang kertas. Bank yang memegang dan memutar roda perekonomian dunia. Berdasarkan nash-nash yang sharih, dan praktek srta dampak perbankan dalam kehidupan, KH Mas Mansur brpendapat bahwa mendirikan bak, mengurusnya, mengerjakannya, berhubungan padanya, hukumnya adalah haram, tetapi diperkenankan, dimudahkan, dimaafkan selama keadaan memaksa akan adanya, brdasarkan kaidah usul (KIBLAT, No.13, Th.XXXVII, 5-18 September 1990, hal 68-70, H Djarnawi Hadikusuma : “Matahari-Matahari Muhammadiyah”, I, hal 52-53).

Lembaga Bank hanya diterima sementara sikon masih menghendaki diberlakukannya kaidah usul brikut :

– Keharusan menerima bahaya yang lebih kecil untuk menghindari bahaya yang lebih besar.

– Menghindarkan baaahaya/kemudharan diutamakan daripada mencari manfa’at.

– Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.

(Dr Fuad Mohd Fachruddin, “Ekonomi Islam”, 1982, hal 149).

Sementara itu ada yang menghalalkan dengan menggunakan QS haj 78 yang menyatakan bahwa : “Allah tiada mengadakan kesempitan dalam agama” (PANJI MASYARAKAT, No.58, Juni 1970, hal 13, “La Banque, Le Budget et Controle”, oleh Hamhady, simak juga SABILI, No.24, Th.VIII, 23 Mei 2001, hal 70, Advertorial “Perbankan Syariah (2)”, No.4).

Islam membenarkan lembaga Buyu’ (Niaga) dan melarang lembaga Riba (rente, bunga). Bank tanpa bunga (rente) bkanlah bank lagi. Bunga (rente) itu adalah nyawa kehidupan Bank. Tanpa bunga (rente), maka bakn tak bernyawa, mati.

Abul A’la alMaududi menerangkan bahwa riba (rente stelsel, sistim bunga) menimbulkan kerusakan besar dalam sistim pembagian kekyaan. Salah satu dari akibat pengumpulan harta (akumulasi) dan membungakannya ialah susutnya kekayaan masyarakat banyaak yang tertimbun di bawah dominasi sekelompok kecil dari pada individu-individu, sehingga menyebabkan lemahnya daya beli (purchasing) masyarakat, macetnya perindusterian dan perdagangan di dalam negeri secara terus menerus dan mengaaakibatkan terseretnya kehidupan ekonomi masyarakat ke jurang kehancuran kebinasaan (“Dasar-Dasar Ekonomi Dalam Islam”, 1980, hal 123, ‘Krisis Ekonomi Dunia’). Berbeda dengan bank sentral. Bank sentral dikelola oleh pemerintah.

(BKS9711201045)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Melawan korupsi dengan zuhud

Melawan korupsi dengan semangat keadilan dan persamaan Khalifah Umar bin Khatthab

Ketika mulai menjabat Khalifah, Umar tidak bepikir bahwa kedudukannya yang baru itu memberikan kepadanya hak-hak yangbaru macam apapun, selain kewajiban dan tanggungjawab untuk menegakkan Syari’at Allah.

Seusai pembaiatannya, Umar berpidato kepada oang banyak : “Saudara-saudara, saya hanyalah seorang biasa seperti saudara-saudara juga. Kalaulah bukan karena saya tidak mau menolak perintah khalifah Rasulullah, tentu saya tidak akan bersedia memimpin saudara-suadara”.

Dalam pidatonya yang kedua, ia berkata antara lain : “Dan saudara-saudara sekalian mempunyai beberapa hak dan kewajiban pada diri saya, maka bantulah saya untuk melaksanakan hal itu. Saya tidak berhak untuk mengambil sedikitpun dari pajak yang saudara-saudara serahkan, ataupun dari apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada Anda, kecuali untuk tujuan yang ditetapkan. Saya berkewajiban untuk menyalurkan apa yang sampai ke tangan saya kepada yang berhak. Saya berkewajiban untuk menjaga agar anda semua tidak jatuh ke dalam kerusakan dan bencana. Dan bila semua pergi berperang, maka sayalah yang akan menjaga keluarga Anda”.

Umar juga berkata : “Kedudukan saya terhadap harta Allah adalah seperti kedudukan saya dalam menjaga harta anak yatim. Apabila saya berkecukupan, maka saya akan menahan diri untuk tidak makan daripadanaya, dan apabila saa fakir, maka saya akan makan daripadanya dengan ukruan yang wajar”.

Pada suatu hari Umar ditanya tentang apa yang halal baginya dari harta Allah. Maka jawabnya : “Kuberitahukan padamu semua apa yang halal bagiku daripadanya, yakni : dua pasang pakaian, sepasang untuk musim dingin dan sepasang untuk musim panas, dan apa yang kupakai untuk melaksanakan haji dan umrah, makanan untukku dan keluargaku yang seperti makanan seorang warga Quraisy biasa, bukan yang paling kaya bukan pula yang paling melarat. Di luar itu, aku adalah sama dengan orang Muslim yang mana saja, dengan segala kesusahan dan kesulitannya”.

Bagitulah kehidupan Umar. Akan tetapi seringkali ia menyempitkan diri, bahkan dalam hal-hal yang dihalalkan bagi dirinya. (catatan penyalin : Tampaknya Umar lebih menyukai kehidupan zuhud. Sebalknya penulis Sayyid Quthb tak begitu menyukai kehidupan zuhud). Pada suatu hari ia mengeluh. Kemudian diceriterakan kepadanya tentang sekantong madu yang ada di Baitul Maal. Maka ketika ia berbicara di atas mimbar ia berkata : “Kalau anda semua mengizinkan saya untuk mengambil daripadanya, akan saya lakukan. Tetapi kalau Anda semua tdak mengiznkannya, maka madu itu haram bagi saa”. Maka orang banyakpun mengizinkannya.

Kaum Muslimin melihat kesulitan hidup yang dialami Umar. Maka beberapa oang laki-laki lalu pergi menemui anak perempuannya, Hafsah Ummul Mukminin dan berkata kepadanya : “Ayah Anda menolak untuk hidup secara kecukupan dan lebih senang hidup dalam kesulitan dan keketatan, padahal Allah telah memberikan kelapangan rezki baginya. Maka kami mengharap sudilah kiranya ia mengambil dari harta rampasan perang seberapa yang ia kehendaki, karena hal itu telah dihalalkan baginya oleh kaum muslimin”. Ketika Hafsah menyampaikan harapan orang banyak itu kepadanya, maka Umar menjawab : “Kaummu memberikan kepada ayahmu, tapi mereka tidak tahu bahwa hal itu akan menjerumuskan ayahmu. Sesungguhnya hak keluarga ayahmu hanyalah pada diri dan harta, tetapi dalam agama amanat yang dpengangnya, maka mereka tidak mempunyai hak apa-apa”.

Umar memiliki perasaan yang peka sekali akan persaman antara dirinya dengan rakyatnya. Ketika datang musim pacekelik, ia pun bersumpah untuk dirinya bahwa ia tidak akan makan minyak samin dan daging sampai rakyatnya kembali memperoleh makanan yang cukup. Ia mempraqktekkan hal itu sehingga kulitnya menjadi hitam dan ia terkena penyakit wasir karena terlalu banyak makan minyak goring. Maka suatu ketika di pasar dijual orang sekantong minyak samin dan sekantong susu. Salah seorang budak Umar membeli keduanya dengan harga 40 dirham. (catatan penyalin : 1 dinar setara Rp1.5 juta) Kemudian ia pergi kepada Umar dan mengatakan kepadanya bahwa Allah menghalalkan maanan yang dibelinya dengan uangnya sendiri itu. Dikatakannya juga bahwa makanan itu dibelinya di pasar. Tapi ketika Umar mengetahui harga kedua macam bahan makanan itu, ia berkata kepada budaknya itu : “Engkau telah membeli makanan yang terlalu mahal. Karena itu bersedekahlah dengannya, karena aku tak suka makan secara berlebihan”. Umar termenung sejenak, lalu berkata lagi : “Bagaimana aku bias menghayati keadaan rakyat apabla aku tidak merasakan apa yang mereka rasakan ? “

Orang banyak melihat bahwa Umar mengharamkan bagi dirinya apa yang bisa diperoleh rakyatnya. Tapi tindakannya itu bukan hanya karena ia merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya, tetapi terutama karena kedalaman persaannya bahwa kedudukannya sebagai pemegang kendali pemerintahan tidaklah memberikan kepadanya hak-hak istimewa yang tidak dimiliki oleh orang kebanyaan, dan bahwa apabila ia tidak berlaku adil dalam hal ini, maka ia tak berhak untuk ditaati rakyat. (catatan penyalin : Umar mengajarkan kehidupan zuhud secara praktis kepada Kepala Negara, bahkan tanpa aturan keprotokoleran). Kita telah menyebutkan rakyat untuk taat kepadanya, yang merupakan salah satu prnsip pemerintahan dalam Islam, yakni bahwa tak wajib taat kepada Imam yang tidak adil.

Perasaan keadilan dan persamaan ini demikian dalam pada diri Umar, dan tercermin dalam setiap perilakunya dalam pergaulan di masyarakat. (Catatan penyalin : Slogan Liberte, Egalite, Fraternite di Barat baru muncul pada Revolusi Perancis). Maka tersebutlah pada suatu ketika ia menawar seekor kuda milik seorang laki-laki. Kuda itu dicobanaya sampai kepayahan, kemudian dikembalikannya kepada pemiliknya. Dan orang itu menolak untuk menerima kembali kudanya yang tak jadi dibeli itu. Maka keduanya lalu mengadu kepada orang Qadhi. Setelah mendengarkan alasasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, Qadhi itu lalu berkata : “Wahai Amirul Mukminin, Tuan beli saja kuda yang sudah Tuan coba sampai kepayahan itu, atau Tuan kembalikan dalam keadaan semula (sebelum kepayahan)”. Maka berkatalah Umar dengan takjubnya : “Beginikah semua keputusan itu ditetapkan ?”. Dan diangkatnyalah Qadhi tersebut sebagai Kepala Qadhi seluruh daerah Kufh sebagai penghargaan atas keputusannya yang haq dan adil itu.

Apabila Umar memahami kekuasaan dengan dasar ide seperti ini, maka jelas tak akan mungkinlah bagi kaum kerabat pejabat-pejabat pemerintahan untuk memperoleh hak-hak istimewa yang berbeda dari seluruh rakyat pada umumnya. (catatan penyalin : Kepala Negara itu teladan bagi pejabat dan rakyat). Maka ketika anak Umar sendiri, yang bernama Abdurrahman, kedapatan minum khamar, iapun tak dapat menghindar dari hukuman, dan cerita tentang hal itu telah umum diketahui. Demikian juga ketika anak Amr ibn Ash bertindak sewenang-wenang terhadap orang Mesir, ia pun harus menerima qishash. Tentang harta benda, maka seluruh pegawai pemerintahan Umar selalu ditanya tentang pertambahan harta mereka setelah mereka berhenti dari memegang jabatan, karena kekhawatirannya bahwa harta tersebut bertambah banyak karena menyerap harta masyaraakat, atau karena dipergunakannya pengaruh kekuasaan. Ucapannya : “Dari mana kamu mendapatkan ini ?” telah menjadi undang-undang yang diberlakakukannya terhadap semua pegawainya setiap kali hal itu dipandang perlu. Demikianlah, ia menyumpah Amr ibn Ash, gubernurnya di Mesir, Sa’ad ibn Waqash gubernur Kuffah, sebagaimana ia telah memeriksa harta Abu Hurairah gubernur Bahrain.

Nilai-nilai yang dijadikan Umar sebagai pegangan dalam menjalankan roda pemerintahannya dapat diringkaskan sebagai berikut : Ketaatan dan advis untuk menjaga batas-batas agama dari pihak rakyat, dan keadilan serta tindakan kebaikan dari pihak penguasa. Ucapan seorang warganya yang diucapkan kepadanya, yaitu : “Kalau kami dapati Anda melakukan penyelewengan atau penyimpangan, sungguh akan kami luruskan Anda dengan pedang kami” telah diterima Umar dengan senang hati dan dijadikannya sebagai prinsip hak rakyat untuk meluruskan penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa. (catan penyalin : Umar mengajari Kepala Negara untuk menerima kritikan betapun pedasnya). Suatu hari Umar berkata kepada orang banyak : Sesungguhnya aku tidaklah mempekerjakan pegawai-pegawaiku untuk memukul Anda semua, untuk menginjak-injak kehormatan Anda serta merampas harta Anda, tetapi aku mempekerjakan mereka untuk mengajarkan kepada Anda semua Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Maka apabila ada orang yang mendapat perlakuan yang zhalim dari salah seorang pegawaiku, maka perlakuan seperti itu sama sekali bukanlah atas izinku, dan hendaklah orang yang mendapat perlakuan seperti itu mengadukan pegawai tersebut kepadaku agar ia menerima hukuman yang setimpal atas perbuatannya”. Dengan ucapannya ini Umar telah menetapkan batas-batas yang tak boleh dilanggar pejabat-pejabat pemerintah dalam berurusan dengan rakyatnya.

Karena perasaan tanggungjawab yang mendalam akan kewajiban pemerintahannya, Umar tak mau mengangkat orang kedua (pendamping) yang berasal dari keluarga Khatthab. Ia juga melarang anaknya, Abdullah, untuk menjadi asistennya ataupun menjadi anggota majelis permusyawaratan rakayat. Telah terkenal ucapannya yang mengungkapkan hakekat pandangannya tentang kekuasaan kekhalifahan : “Aku tidak akan mengumpulkan urusan pemerintahan di tangan keluargaku. Dan aku tidak akan memberikan rekomendasi utuk suatu jabatan pemerintahan bagi seeorang sanak kelauargaku. Kalau ia seorang yang baik, maka rekomendasi itu hanya akan meburukkan nama kami semua, dan kalu ia seorang yang buruk, maka semua keluarga Umar akan dipandang buruk semua karena salah seorang dari mereka saja”.

(Disalin dari buku Sayyid Quthub : “Keadilan Sosial dalam Islam”, 1994:266-270, Keadlan terhadap individu dan masyarakat)

(BKS1001011130)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Mental korup

Mental korup

Dilaporkan oleh Imam Muslim dari Abu Huraairah ra, bahwa Rasulullah saw pernah mengingatkan “jika seseorang berkata (karena ssombng) : Manusia telah celaka, maka ia akan menjadi paling binasa”. Dikomentari bahwa pernyataan “manusia telah celaka” menunujukkan kesombongan diri. Hanya diri sendiri yang terbaik. Kesombongan itu akan menyebabkan kebinasaan diri sendiri. Tetapi jika pernyataan tersebut diungkapkan karena menyesali keadaan manusia dalam agama dan akhlak mereka, maka tidak mengapa. Demikian disimak dalam Riadhus Shalihin Imam Nawawi pada pasal “Larangan Sombong Dan Membanggakan Diri”.

Diungkapkan oleh Mayjend (Pur) Zaini Azhar Maulani (Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi bidang Hukum), bahwa instrument-instrumen pengawasan kita sudah tidak lagi mampu berfungsi secara efektif. Ini tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Coba saja kalau mengurus surat-surat di kelurahan, di kantor-kantor pemerintah, kita merasakan ada sesuatu yang menyalahi proses prosedur yang pada gilirannya membebani masyarakat (HARIAN TERBIT, Rabu, 16 Juli 1997, “Lembaga pengawas tak lagi berfungsi”).

Dalam hubungan yang membebani masyarakat ini, pernah diharapkan agar biaya administrasi yang dipungut (tanpa kwitansi) dari rakyat (yang berurusan) oleh petugas-petugas kelurahan, kecamatan, kabupaten, kegubernuran (yang telah digaji dengan uang yang berasal dari rakyat) agar disetorkan ke kas Negara (bukan ke kantong-kantong pribadi). (Kwitansi pembayaran tilpon, listrik, pam dan yang sejenis, seyogianya dibulatkan dalam ribuan). Demikian juga pungutan-pungutan di jalanan yang dipungut oleh petugas-petugas lalu lintas agar disetorkan ke kas Negara. Sedangkan pungutan yang dipungut oleh para jagoan (pakogah bukan petugas/pejabat) seperti terhadap pedagang di pasar atau terhadap sopir di jalanan dibasmi sama sekali (Simak juga antara lain KOMPAS, Selasa 22 Agustus 1995, “Kotak Korek Api, Salah Satu Perlengkapan Truk di Jalan”, dan Rabu, 22 November 1995, “Tindakan Konkrit Diminta Untuk Pangkas Pungutan”).

Di kalangan copet/jambret ada satu konsensus tak tertulis, bahwa semua hasil copetan/jambretan disetor secara penuh (tanpa potongan) kepada komandan copet/jambret. Setiap copet/jambret yang melanggar konsensus dikenakan sanksi, yaitu dihajar (digampari) oleh komandan copet/jambret. Demikian disimak di antara beberapa tayangan televisi.

Diharapkan semoga abdi Negara yang mengaku sebagai pelayan masyarakat tidak berlaku sebaliknya, yaitu sebagai orang yang harus dilayani (disuapi) oleh masyarakat. Dan semoga ada sistim pengawasan dalam penerimaan biaya-biaya administrasi dan pungutan-pungutan lain yang tak resmi yang dilakukan oleh petugas-petugas Negara. Sudah sangat klise, bantahan atas fakta diucapkan petinggi penegak hukum “Kami menyadari, kami adalah pelayan, pengayaom, dan penegak hukum” (WARTAKOTA, Jum’at, 20 November 2009, hal 15, “Kapolri jawab isu Jenderal Mundur”).

Dari bawa sampai ke atas, atau dari atas sampai ke bawah, tanpa kecuali, mental kita sudah keropos, sudah bokrok. Tak satupun di antara kita yang benar-benar punya rasa malu. Yang benar-benar jujur. Yang benar-benar bersih dari mental korup. Mental korup sangat subutr di kalangan kita. Sudah menjadi identitas diri kita. Dari kalangan bawah sampai atas, dari akar sampai pucuk, kita adalah manusia-manusia korup, manusia kurap. Tak satupun di antaa kita yang benar-benar bersih dari mental korup. Kita terlalu mengagungkan kekuasaan/jabatan. Kita terlalu rakus akan kekuasaan/jabatan. Kekuasaan/jabatan cenderung menggiring kita berbuat korup. Power turns to corrupt.

Meskipun dulu sudah pernah berulang kali ditatar P4, namun mental kita tetap saja mental korup. Korup waktu, korup materi, korup jabatan, korup semuanya. Istilah/bentuk korupsi/komersialisasi jabatan beragam : TST, sistim amplop, uang semir, siluman, pelican, komisi, pungli, joki, jimat (PANJI MASYARAKAT, No.228). Apakah ini karena yang menatar tak lebih baik dari yang ditatar ? Ataukah karena P4 tak mempan, tak efektif untuk memperbaiki mental kita semua ? Jika jawabannya benar, maka upaya memperbaiki mental kita semua terbuka melalui jalur ajaran akhlak. Akhlak berbeda dari moral. Ajaran akhlak berpangkal pada tauhid, keimanan kepada Allah swt, dan keimanan akan kehidupan akhirat. Sedangkan ajaran moral P4 berpangkal pada pandangan Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa peduli dengan kehidupan akhirat. Berbeda dari ajran moral yang tanpa sanksi, maka jaran akhlak memerlukan adanya sanksi hukum (sebagai social cost and political cost). Untuk melaksanakan penerapan sanksi Hukum, maka diperlukan kekuatan, kekuasaan politik yang berdasarkan ajaran wahyu (Simak juga GATRA, No.5/I, 17 Desember 1994, “Korupsi”).

Ajaran wahyu mengingatkan bahwa sesungguhnya Allah lah yang mempunyai kerajaan (menguasai) langit dan bumi (QS 5:40). Di antara sanksi hukum yang ditetapkan oleh wahyu adalah potong tangan terhadap yang mencuri sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan barangsiapa yang sesudah melakukan tindak kejahatan/pencurian bertaubat, menyesali dan memperbaiki diri, hendaklah ingat bahwa Allah itu penerima taubat, Maha Pengampun, Maha Penyayang (Demikian disimak dari ayat QS 5:38-39).

Kewajiban menjalankan ajaran wahyu terbatas hanya bagi yang beriman kepada Allah swt dan beriman akan kehidupan akhirat. Diingatkan bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah swt. Barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah kafir. Demikian peringatan wahyu dalam ayat QS 18:29. Semoga saja kalangan legislatif, yudikatif, eksekutif tidak memiliki mental korup.

(BKS9707311200)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Maududi bicara tentang Baitulmaal

Maududi bicara tentang Baitulmal

Baitulmal bagi Maududi harus berfungsi sebagai asuransi, bertanggungjawab, memenuhi keperluan-keperluan jaminan social. Sumber dana jaminan social itu diatur oleh Islam dalam berbagai aturan, seperti aturan (undang-undang) zakat, infaq, waqaf, wasiat, rikaz, nadzar, kafarat, qurban, fitrah, dan lain-lain. Baitulmal bagaikan “Bak Penampungan Infaq dan sebagainya” yang kokoh, tahan bocor yang dibuat bersama-sama. Bak tersebut diisi bersama-sama secara kontinu dengan infaq dan lainnya. Yang memerlukan, silakan mengambilnya sekedar yang dibutuhkannya (Komunis menerapkan konsep persamaan secara keliru). Bilamana Bak kering, tunggu dengan sabar sampai berkemampuan mengisinya. Dana jaminan social itu digunakan untuk yang jatuh melarat, yang kena musbah, kecelakaan atau jatuh sakit, atau terkena petaka kebakaran atau kebanjiran, atau yang kehabisan perbekalan di perjalanan, atau lannya. Pokoknya untuk memenuhi kebutuhan yang memerlukannya. Asuransi ini tak mengenal polis atau premi. Intinya, bahwa setiap yang beroleh kekayaan agar menyalurkan sebagian kekayaannya itu untuk kepentingan sosial. Baitulmal sangat berbeda dengan Baituttamwil. Baitulmal merupakan lembaga sosial (dana jaminan social). Sedangkan Baituttamwil merupakan lembaga bisnis-ekonomi yang berorinetasi profit, dengan melakukan rancang bangun (rekayasa) unsur-unsur bisnis baku, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, qardhul hasan dan lain-lain, yang sama sekali tak dikenal dalam Baitulmal. Baituttamwil juga merupakan Bank yang dikemas jadi Bank Syar’iah.

(BKS9905301300)

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori

Gus Dur di mata Media

Gus Dur di Mata Media
From: apakabar@saltmine.radix.net
Date: Sat Oct 28 2000 – 14:18:15 EDT

Gus Dur dalam media

1 Gus Dur sangat konsisten (istiqamah) pada
pemikirannya sebelum menjadi Presiden. Baginya agama
tidak boleh dikaitkan dengan urusan negara. Agama
diposisikannya sebagai sesuatu yang individual
(bersifat pribadi), moral dan semata-mata ritual.
Agama hanya berperan sebagai suatu nilai etika (moral,
akhlak), bukan sebagai aturan praktis (syari’at
Islam). Ia memperjuangkan tegaknya (nilai) Islam yang
tidak memberlakukan hukum Islam dalam negara.
Pada pertengahan 1982, Gus Dur menyeru untuk tidak
usah membela Tuhan. Tuhan Tidak Perlu Dibela (M
Musthafa, KOMPAS Minggu 1999 : ‘Untuk Siapa Agama
Sebenarnya ?’).

2 Baru saja jadi Presiden, Gus Dur mengecam Departemen
Agama sebagai tempat dagang agama. Secara reaktif
mengecam keinginan jihad dari umat Islam. Secara
konsisten tidak membiarkan berkembangnya kelompok
Islam yang ingin menegakkan syari’at Islam (Farid
Wadjdi S.IP, REPUBLIKA, Rabu, 16 Fewbruari 2000,
hlm6).

3 Jauh sebelum jadi Presiden, Gus Dur menolak konsep
negara Islam. Sejak lama ia mengemukakan bahwa Islam
tidak berfungsi ideologi di kalangan mayoritas kaum
Muslimin. Bahwa wilayah kehidupan suatu agama
amemiliki otonominya sendiri. Bahwa Islam secara
historis belum merumuskan tentang negara Islam. Bahwa
dari sudut historis, tuntutan harus adanya negara
Islam, rapuh sekali. Bahwa dari sudut pemikiran agung
tentang keharusan adanya negara Islam. Bahwa Ibnu
Khaldun berpendapat, bahwa unsur yang membentuk
masyrakat bukanlah agama, melainkan ikatan kebersamaan
atau kebangsaan (Rosihan Anwar, PANJI MASYARAKAT,
No.528, 21 Januari 1987, hlm 73).

4 Pandangan Gus Dur sejalan dengan aturan main
ideologi kapitalis yang memisahkan agama dari
kehidupan bangsa, bernegara. Sistem kehidupan yang
didasarkan pada pemisahan agama dan negara adalah
sistem kapitalis sekuler. Kebijakan negara kapitalis
sekuler berdasarkan antara lain pada demokrasi, HAM,
pluralisme, ekonomi kapitalistik (pasar bebas,
investasi asing, utang). Atas nama demokrasi (suara
terbanyak), maka kerusakan moral (korupsi, kebebasan
seksual, minuman keras, dll), tindak kejahatan
dilegalisir. Atas nama kebebasan, maka ateis, kumpul
kebo, homo, lesbi dinyatakan sah. Asas Mashalih
Mursalah (al-muhafazhah ‘ala al-qadiim al-shalih wa
al-akhzdu bi al-jadid al-ashlah) diselewengkan menjadi
kemashlahatan (kemanfa’atan) yang semata-mata
memuaskan kenikmatan nafsu hewani (Farid Wadjdi :
Idem). Atas nama demokrasi dan HAM, negara
kapitalistik-sekuler kaya mengendalikan politik dan
ekonomi negara miskin sebagai sarapan empuknya untuk
kepentingannya, bahkan menyerang negara yang
dinilainya melanggar aturan main internasional
(KOMPAS, Rabu, 16 Februari 2000, hlm 3, Paladin).

5 REPUBLIKA 24 Maret 2000 (hlm 2) memberitakan tentang
pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid bahwa Masjsid
Istiqlal harusnya bisa dikelola semua orang (semua
agama) yang dinilai para ulama tidaklah benar.
Sebelumnya SABILI 22 Maret 2000 (hlm 14) memberitakan
tentang rentetan ketidaksenangan, ketidaksukaan Gus
yang kini menjadi Presiden RI terhadap gerakan Islam,
apalagi yang menurut persepsinya fundamentalis, dan
berkali-kali menyodorkan proyek-proyek yang membuat
gemas dan gerah para aktivis gerakan Islam.

6 Gus Dur gigih berupaya menjalin hubungan mesra
dengan Zionis Israel. Ia terpilih menjadi anggota
Institut Shimon Peres yang berpusat di Israel, dan
ketika itu lebih sering terlihat di Israel (8 kali
bolak balik ke Israel bersama LB Moerdani) katimbang
ke Mekkah. Atas desakan wakil Uskup di Australia dan
sejumlah Rabbi Yahudi dari Barat, ia menjadi presiden
ICRp (International Conference Religion on Peace) yang
berpusat di Roma. Di samping menjadi anggota utama
IIAC (International Interreligious Advisory Committee)
ia juga menduduki jabatan “presiden” WCRP (The World
Council on Religion and Peace) yang berkedudukan di
New York, USA. WCRP di Oslo, Norwegia melahirkan
“United Nations Declaration on the Elimination of All
Forms on Intolerance and of Discrimination Based on
Religion or Belief”.

7 Gus Dur begitu gigh berupaya membuka kembali lahan
bagi paham komunisme. Ketika melanjutkan studi di Irak
(Fakultas Adab, Baghdad, 1970), ia lebih banyak
berhubungan dengan partai Ba’aths. Partai ini sangat
dipengaruhi oleh ide Sosialisme dan Marxis dan
berpegang pada ide sekuler yang melemparkan agama
jauh-jauh.Pendirinya adalah Mikhael Aflaq, seorang
Kristen Ortodok (Maronit) yang punya komitmen kuat
kepada Gereja Timur. Menurut Khalid Mawardi, mantan
Dubes Indonesia di Syria, Abdurrahman Wahid bukan saja
tertarik pada partai ini, melainkan ia bahkan menjadi
anggota inti (core).

8 Kendati masa kanak-kanaknya hidup di lingkungan
pesantren, Gus Dur tidak begitu antusias mempelajari
agama, karena itu ia setelah SD (awaliyah, ibtidaiyah)
ia melanjutkan sekolah lanjutan pertama di SMEP (di
Yogyakarta, 1956). Guru privat bahasa Inggerisnya
adalah seorang tokoh GERWANI (Gerakan Wanita
Indonesia, sebuah organisasi maantel PKI, Partai
Komunis Indonesia). Pada waktu menjadi murid SMEP ia
sudah hapal sejumlah pidato Stalin dalam bahasa
Inggeris. Di majalah TEMPO (1987) ia pernah menulis
sebuah artikel yang salah satu isinya menyatakan,
semenjak bersentuhan dengan Marxisme pandangannya
terhadapa agama (Islam) mengalami perubahan.

9 Gus Dur begitu geram terhadap gerakan Islam yang
menurut persepsinya fundamentalis. Gus Dur begitu
geram terhadap ayat 120 surah Baqarah. Gus Dur begitu
gigh mencari restu dan dukungan dari luar negeri.
Sampai-sampai berupaya mendapatkan penasehat dari luar
negeri dan berupaya mengimpor hakim luar negeri. “Dari
dulu Gus Dur tidak bersahabat dengan kepentingan
Islam. Namun kepada non-Islam yang minoritas dia
sangat bersahabat, bahkan memperhatikan mereka secara
berlebihan” papar Eggi Sudjani. “Struktur idiologi Gus
Dur sejak dulu memang anti Islam. Dika tidak simpati
terhadap perjuangan Islam” tegas M.Alfian. “Pernyataan
dan sikap perilakunya secara lahiriyah mengindikasikan
bahwa Gus Dur adalah kafir”, tegas Dja’far Umar Thalib
(Misbah, SABILI 18-22 Th.VII).

10 Pengamat masalah politik dan hukum Hartono Mardjono
melihat bahwa Presiden Abdurrahman Wahid melakukan
trik politiknya, dengan melontarkan ucapan dan isu
yang mengundang reaksi pro dan kontra, membuat orang
terjebak dalam kancah perdebatan tentang ucapan dan
isu yang dilontarkannya, membangun konflik horizontal
di kalangan elit politik, menebar benih pertentangan
(REPUBLIKA, Rabu, 17 Mei 2000, hlm 6).

11 Menuju istana, menjadi orang nomor satu di
Indonesia, bisa pula dicapai dengan politik “angguk
anggak, geleng amuh”, Ogah-ogah, tapi mau”, “yes for
no, no for yes”, “keinginan di tampilkan dalam
penolakan, penolakan ditampilkan dengan keinginan”.
Ketika pengajuan calon-calon Presiden 1999-2004,
Abdurrahman Wahid seolah-olah (pura-pura ?) tak
kepeningin, tak berminat, tak berambisi jadi Presiden.
Menuju istana. Setelah jadi Presiden, sekembalinya
dari berkeliling dunia, Presiden Abdurrahman Wahid
pernah melontarkan isu seolah-olah Amien Rais
berambisi jadi Presiden. Ini tampaknya merupakan
trade-mark gaya politik menyembunyikan ambisi pribadi.
Gaya politik mencapai tujuan misi dan ambisi dengan
kelihaian malu-malu (pura), dengan menebar
pertentangan, pro dan kontra, dikhotomi, dialektik,
memanfa’atkan ketakstabilan, dulu disebut politik
belah bambu, atau divide et impera.

12 Pengagum, penyanjung, pendukung Gus Dur memandang
bahwa Gus Dur itu orang yang tidak bisa dimanfa’atkan,
dikendalikan oleh siapa pun. Gus Dur itu sangat otonom
dalam melakukan apa saja. Sikap, pernyataan Gus Dur
yang kontroversial dipandang sebagai gaya, chiri khas
spesifik Gus Dur, bukan sebagai taktik, strategi,
manuver politik Gus Dur, bukan gaya “dalam dua tengah
tiga”, atau “tiga dalam satu, satu dalam tiga”, atau
angguk mengindikasikan ogah, geleng mengindikasikan
oke”.

13 Gus Dur tampaknya seorang penganut paham
pragmatisme – sebuah falsafah yang dipopulerkan oleh
Charles S Pierce (1905). Paham ini menetapkan
aspek-aspek praktis sebagai parameter benar salahnya
suatu pemikiran atau konsep. Dalam perspektif
pragtisme itu adalah wajar Gus Dur tetap “ngotot”
merangkul Israel, Lee Kuan Yew, Liem Bian Loen (Sofyan
Wanandi), karena mereka adalah “penguasa” dunia,
pemilik duit saat ini. Dalam perspektif pragmatisme
itu pula adalah adalah wajar Gujs Dur sangat partisan
terhadap paham demokrasi dan sekularisas. Ia mengikuti
garis pemikiran Huntington yang menyatakan, bahwa
demokrasi dan sekularisasi tak mungkin dipisahkan,
bahwa demokrasi mustahil dilakukan tanpa proses
sekullarisasi, karena demokrasi membutuhkan salah satu
prasyarat penting, yakni pemisahan agama dan negara.
Ia dikenal raajin mempromosikan gagasan penolakan
terehadap legislasi hukum Islam ke dalam hukum
nasional dan rajin menggugat otoritas Syar’iah dalam
semua aspek kehidupan. Tampaknya ia percaya terhadap
thesis Donald E Smith, yang menyatakan bahwa
sekularisasi adalah fenomena global yang tidak
mungkin dihindarkan sejak satu setengah abad yang
lalu. Namun tidak semua asspek langkah dan pemikiran
Gus Dur itu bercorak pragmatis. Ada yang tampak sangat
partisan dan ideologis, terutama dalam soal hubungan
keagamaan yang bersifat sinkretis (talbis). Tergantung
sikon dan kepentingan (Adian Husaini, SAKSI, No.11,
Thn II, 26 Janauari – 8 Februari 2000, hlm 38-39).

14 Gus Dur sangat terpengaruh HUMANISME. Dalam konteks
filsafat HUMANISME, manusia itu semuanya dianggap sama
(secara mutlak, baik Muslim, maupun Kafir, karena di
matanya semua agama adalah sama). Sayangnya Gus Dur
bukan seorang HUMANISME yang adil (konsekwen). Gus Dur
berpihak pada non-Islam. Gus Dur tidak simpatik dengan
tegaknya syari’at Islam. Tidak setuju dengan
pemberlakuan syari’at Islam. Menafsirkan al-Qur:an
seenaknya. Mengusulkan agar panitia Masjid Istiqlal
orang Kristen. Mengusulkan hubungan dagang dengan
Israel. Mengusulkan mencabut TAP XXV MPR. Menuduh
bahwa gejolak di Maluku akibat dianak-emaskannya
Islam. Untuk kepentingan bangsa tak apa menyembelih
tanpa bismillah (SABILI, No.6, 6 September 2000, hlm
45, 79, 83, 91, 93).

15 Gus Dur sangat santun kepada para konglomerat.
Dalam suatu kesempatan (pidato perpisahan), mantan
Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan, bahwa dalam
rapat-rapat kabinet Presiden Gus Dur terang-terangan
membela (sangat melindungi) para konglomerat
(predator) kelas kakap semacam Syamsul Nursalim,
Prayogo Pangestu, Sofyan Wanandi, Marimutu Sinivasan.
Rasa-rasanya Gus Dur tak akan mungkin dapat membasmi
KKN dan menegakkan clean government, apalagi jika
benar-benar terlibat dalam skandal korupsi semacam
Buloggate, Bruneigate (SABILI, No.y, Th VIII, 20
September 2000, hlm 33, 83).
= Bekasi 28 Oktober 2000 =

Tinggalkan komentar

Filed under Tak Berkategori