Menjadi Negara Mandiri

Jadilah Negara Mandiri Pasal 33 UUD-45 diusulkan menjad “Semua produksi dan factor produksi serta hak-hak milik perseorangan haruslah mempunyai fungsi sosial, untk sebesarbesar kemamuran bersama”. Singkirkan, jauhkan, hilangkan pikiran (konsep) bahwa kemakmuran, kesejahteraan rakyat itu hanya bisa tercapai dengan bantuan investasi modal asisng, dan pinjaman dana moneter dunia (IMF) dan Bank Dunia. Tanamkan kepercayaan kepada diri sendiri (PeDe) untuk mampu mengelola kekayaan alam Indonesia bagi kemakmuran rakyat banyak dengan menggunakan susmer daya manusia (SDM) Indonesia sendiri, taa didiktekan oleh IMF, Bank Dunia, para investor. Hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara industri seyogianya terfkus (terpusat) pada hubungan kerja antara penyedia bahan baku (Indonesia) dengan pengolah barang jadi (negara industri), setidaknya hubungan keagenan antara principal (Indonesia) dengan agen (negara industri), bukan hubungan kerja antara penyedia tenaga kerja (Indonesia) dengan penyedia modal (negara industri). Semoga Indonesia menjadi Negara Mandiri, bukan menjadi kuli dari negara industri, bukan jadi makanan IMF dan Bank Dunia. (BKS0006221010) Pasal 33-34 penghias UUD-45 Sekalipun yang menusun UUD-45 it adala bangsa Indonesa tokohnya), tapi sebenarnya adalah “ciptaan” (atas prkarsa) Jepang. Anya pasal 1 UUD-45 yang menyangkut kedaulatan, dan pasal 33 yang betl-betl berasal dari pikiran-pkiran PI (Perhimpunan Indonesia), tertama Bung Hatta. Hal ni dikemukakan oleh Soebadio Sastrosatomo (KOMPAS, Rabu, 7 Mei 1986, hal 1, “Sjahrir : Pejuang dan Pemikir”). Ayat 1 pasal 33 UUD-45 menyebutkan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan”. Ini berarti struktur perekonomian (bangun perusahaan) berbentuk usaha bersama (kolektif, koperatif), bukan usaha sendiri-sendiri (privat, swasta). Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Dan berdasarkan atas kekeluargaan, bukan atas persaingan, kompetisi merebut keuntungan individu, tapi perlombaan menyebarkan jasa untuk kesejahteraan bersama. Perekonomian harus berdasar atas demokrasi ekonomi, yaitu kemakmuran bagi segala orang. Yang diutamakan adalah kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang-seorang. Dari sudut ekonomi pasar (kapitalis), dasar kerja kekeluargaan ini cenderung tidak rasional (realistis), dan kurang efisien. Akibatnya perkembangan ekonomi akan lamban. Karena bagi kapitalis, penggerak dan pemacu laju ekonomi adalah semangat individualis (persaingan menumpuk keuntungan pri badi), bukan semangat kolektivis (perlombaan menabur jasa bagi kesejahteraan bersama). Judul dari pasal 33-34 ini adalah Kesejahteraan sosial. Ayat 2 pasal 33 UUD-45 menyebutkan, bahwa “cabang-cabang produksi yangpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Bisa secara langsung, secara tidak langsung, lewat pemilikan badan hukum, lewat kebijaksanan. Ayat ini menghendaki nasionalisasi (penguasaan oleh negara, bukan privatisasi, atau swastanisasi) cabang produksi yang menguasai kebutuhan hidup orang banyak. Sedangkan yang tidak penting boleh saja diusahakn oleh swasta (orang sorang). Ayat 3 pasal 33 UUD-45 menyebutkan, bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ini berarti seluruh factor produksi alam (tanah, laut, ternak, kebun, hutan, tambang) dikuasai oleh negara, bukan oleh swasta atau penguasa. Dan dipergunakan untuk memenuhi “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. (bukan pemerintah, bukan negara, bukan daerah, tetapi rakyat). Apa yang dibuat haruslah (das Sollen) menguntungkan rakyat banyak, baik secara langsung (di kediaman dan lingkungannya), maupun lewat penghasilan negara (KOMPAS, Sabtu, 17 Oktober 1994, al 4, Tajuk Rencana; simak juga Penjelasan Pasal 33 UUD-45). Pasal 34 UUD-45 menyebutkan, bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlanar dipelihara negara”. Pasal ini masih saja sebagai penghias UUD-45, tak pernah terwujud (terealisasi) dalam kenyataan. Masih saja jutaan orang miskin, gelandangan, anak terlantar hidup tanpa pemeliharaan dari siapa pun. Ayat 2 pasal 27 UUD-45 menyebutkan, bahwa “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ayat 2 ini masih saja diabaikan. Banyak rakyat tak mengenyam, menikmati hidup layak, malah hidup melarat. Banyak orang masih kekurangan makan, kelaparan dan kekurangan pakaian. Bertempat tinggal di kolong jembatan. Jadi pengemis, pengamen, pemulung, pengangguran, gelandangan. Bunyi kata-kata UUD-45 bersifat kekeluargaan, namun semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan bersifat perseorangan. Isi UUD-45 yang mengenai perekonomian ini memerlukan penjabarana, yang serius dari kalangan pemikir ekonomi, sosial, politik. Atau dirobah, diperbaiki, direvisi sesuai dengan tuntutan zaman ekonomi global (situasi sekarang dan perspektif masa depan). Sebenarnya isi UUD-45 mengenai ide perekonomian, lebih dekat denan sistim sosialis, bahkan sisitim komnis. Demikian diungkapkan oleh Nusbar, penulis buku “Pelajaran Ekonomi” untuk SMU. (BKS9902221000) Penerapan pasal 33 UUD-45 Tajuk Rencana KOMPAS, Sabtu, 17 Oktober 1998 (hal 4) menghimbau/mengajak pemikir-pemikir ekonomi bersama pemikir-pemikir sosial politik untuk menjabarkan pasala 33 UUD-45 sesuai dengan situasi sekarang, perspektif masa depan, dan zaman ekonomi global. Pemikiran, formulasi, kebijakan dan ketentuan hukum haruslah didukung oleh integritas seuanya (komponen bangsa) untuk melaksanakannya. Apa pun penafsiran/penertian “dikuasai oleh negara’ apakah dikuasai secara langsng, atau secara tak langsung, lewat pemilikan badan hukum, atau lewat kebijakan swastanisasi atau privatisasi, haruslah tetap pada tujuannnya menjamin “dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakamuran rakyat”. Bukan untk kemakmuran negara, pemerintah, daerah, atau “to make a few rich people richer”, tetapi untuk kemakmuran rakyat, termasuk proletar, marhaen, jembel. Bertolak dari jiwa, semangat, amanat pasal 33 UUD-45 yang menjadi salah satu pilar konstitusi, maka secara moral, sebagai warganegara yang tunduk pada konstitusi, para pelaku ekonomi berkewajiban dalam kegiatannya, baik dalam produksi maupun distribusi, berupaya agar setiap warganegara dapat hidup layak sebagai manusia terhormat, terpenuhi KHLnya (Kehidupan Hidup Layak), baik secara langsung (terhadap karyawannya dan masyarakat sekitarnya), maupun secara tak langsung lewat pendapatan negara (untuk kesejahteraan rakyat banyak, termasuk santunan sosial bagi pelaksanaan pasal 34 UUD-45, maupun infrastruktur/prasarana umum yang diperlukan rakyat banyak) (BKS9810200910)

1 Komentar

Filed under Tak Berkategori

Tinggalkan komentar